Berita / Internasional /
Undang-undang UE Disahkan, Sawit Indonesia Aman
Hamparan sawit petani swadaya di Aceh Barat. Foto: aziz
Jakarta, elaeis.co - Kalau merujuk pada batasan undang-undang yang sudah disetujui oleh Uni Eropa dua hari lalu itu, bisa dibilang komoditi raksasa Indonesia (kelapa sawit), aman.
Soalnya di dalam undang-undang itu, --- seperti dilansir reuters kemarin --- penggundulan hutan (deforestasi) yang dipersoalkan Uni Eropa adalah penggundulan hutan yang terjadi setelah tahun 2020.
Aturan ini mirip-mirip dengan apa yang tertera pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja cluster Kehutanan.
Di UUCK itu disebutkan bahwa kelapa sawit yang ditanam sebelum lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja akan diselesaikan dengan cara ultimum remidium.
Itupun jika kelapa sawit itu ditanam pada kawasan hutan yang sudah ditetapkan (bukan pada kawasan hutan yang masih berstatus penunjukan).
Adapun Uni Eropa membikin undang-undang itu adalah bertujuan untuk mencegah kerusakan hutan di dunia. Itulah makanya melalui undang-undang itu, perusahaan manapun yang jualan ke Uni Eropa, harus bisa memastikan bahwa dagangannya seperti kopi, kedelai, minyak sawit, cokelat, arang, furniture dan komoditas lainnya, tidak bersumber dari lahan hasil penebangan hutan.
Setiap perusahaan yang menjual dagangannya ke Uni Eropa musti membuat pernyataan uji tuntas menunjukkan bahwa rantai pasok dagangannya tidak berkontribusi pada perusakan hutan. Kalau ketahuan, siap-siap menghadapi denda yang besar; sekitar 4% dari omset perusahaan itu di negara anggota Uni Eropa.
“Saya berharap peraturan inovatif ini bisa melindungi hutan di seluruh dunia dan menginspirasi negara-negara lain di COP15,” kata juru runding utama Parlemen Eropa, Christophe Hansen.
Walau sanksi deforestasi itu dihitung setelah tahun 2020, tak sedikit juga yang protes. Salah satunya Brazil. Kolombia juga. Negara ini mengatakan kalau aturan baru Uni Eropa itu memberatkan lantaran membutuhkan biaya yang mahal.
Kementerian Luar Negeri Brazil malah menduga kalau perlindungan lingkungan itu bisa-bisa cuma dalih untuk pembatasan perdagangan yang diskriminatif.
Oleh dugaan itu pula Kementerian ini menunggu publikasi lengkap undang-undang itu biar bisa dievaluasi lebih lanjut.
Yang pasti, Undang-undang itu akan berlaku 20 hari setelah disahkan. Setelah berlaku, perusahaan besar dikasi waktu 18 bulan untuk mematuhi, perusahaan kecil 24 bulan.
Menariknya, Uni Eropa tidak hanya membikin aturan negara-negara terdampak aturan itu agar bisa memenuhi apa yang diminta undang-undang tadi.







Komentar Via Facebook :