Berita / Nasional /
Ulat Api Serang Kebun Sawit? Begini Cara Cepat Hentikan Penyebarannya
Jakarta, elaeis.co - Serangan ulat api lagi banyak dibicarakan di kalangan pekebun sawit. Hama daun ini dikenal ganas karena mampu melahap pelepah hingga habis tersisa seperti lidi.
Dampaknya bukan main, tanaman kehilangan kemampuan fotosintesis, pertumbuhan terhambat, dan produksi tandan buah segar (TBS) bisa anjlok. Dalam kasus berat, kerusakan daun bisa mencapai 50–90% dan memicu kerugian besar bagi pekebun.
Agar tidak telanjur menyebar, penting untuk mengenali ciri serangan dan tahu langkah apa yang paling cepat menghentikannya.
Ulat api merupakan hama pemakan daun yang umum menyerang perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Ada empat spesies yang sering ditemukan, yaitu Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, dan Parasa lepida. Dari keempatnya, Setora nitens punya siklus hidup paling singkat, sekitar 42 hari, sehingga populasinya bisa cepat berkembang.
Telur menetas dalam 4–7 hari, lalu ulat mulai menyerang daun tua di bagian bawah tanaman. Setelah habis, targetnya beralih ke daun muda. Bila tidak segera ditangani, pohon sawit yang gundul memerlukan waktu berbulan-bulan untuk pulih, dan hasil panen pun ikut drop.
Ciri ulat api cukup mudah dikenali. Saat muda warnanya hijau kekuningan, berubah hijau hingga kemerahan menjelang menjadi kepompong. Di bagian punggung biasanya terdapat garis membujur biru keunguan.
Serangan ulat api paling mudah dideteksi dari daun yang mulai terlihat “bolong” atau habis dimakan. Mulanya hanya beberapa pelepah bagian bawah, namun jika jumlah ulat naik, dalam hitungan minggu satu blok kebun bisa terlihat botak.
Patokan yang sering digunakan pekebun, jika ditemukan 5–10 ekor ulat per pelepah, itu sudah termasuk kategori serangan berat dan harus segera diatasi.
Langkah pengendalian bisa menyesuaikan tingkat serangan di kebun. Pada fase awal, ketika populasi ulat belum banyak, cara paling praktis adalah mengambil ulat langsung dari pelepah dan memusnahkannya. Metode mekanis ini cukup ampuh untuk menghentikan penyebaran awal karena menekan populasi sebelum berkembang lebih luas.
Namun saat ingin mengendalikan hama fengan cara yang lebih ramah lingkungan, penggunaan agen hayati menjadi pilihan yang cukup efektif. Bacillus thuringiensis, misalnya, bekerja melalui sistem pencernaan ulat hingga membuatnya berhenti makan dan akhirnya mati.
Ada pula jamur Cordyceps militaris yang dapat menginfeksi ulat secara alami. Beberapa kebun juga menanam bunga pukul delapan atau Turnera subulata di sekitar areal tanaman sebagai pakan alternatif agar ulat tidak fokus menyerang daun sawit.
Jika kondisi sudah cukup parah, langkah kimia biasanya menjadi jalan keluar cepat. Penggunaan insektisida berbahan aktif Deltametrin dengan dosis dua cc per liter air banyak diterapkan untuk menekan populasi dalam waktu relatif singkat.
Penyemprotan dilakukan pada pelepah yang terserang. Pada tanaman yang sudah tinggi, aplikasi umumnya memakai teknik fogging dan paling efektif dilakukan pada malam hari karena ulat lebih aktif.
Setelah populasi berhasil dikendalikan, kebun tetap perlu diawasi. Pemantauan rutin, terutama saat musim kemarau, membantu mendeteksi serangan lebih awal.
Menjaga keberadaan musuh alami dan menerapkan praktik budidaya yang baik ikut memperkuat ketahanan kebun dari serangan berikutnya. Serangan ulat api memang bisa datang tiba-tiba, tetapi dengan pengamatan yang jeli dan respons cepat, pekebun bisa mencegah kerugian lebih besar dan menjaga produktivitas tetap stabil.







Komentar Via Facebook :