https://www.elaeis.co

Berita / Jenggi /

U-distopia (1)

U-distopia (1)

ilustrasi. foto: fixabay.com


Jika diberikan utopia kepada manusia apakah semuanya akan selesai? Manusia eksis tidak hanya sebagai parasit bagi bumi, tapi juga menjadi petarung di atas planet ini untuk berhasil survive di jalur keras evolusi. Utopia hanyalah puncak angan-angan ketika manusia sudah terlalu lelah.

Manusia telah tidak cocok dalam banyak hal, setelah mereka tidak lagi menjadi penghuni gua. Dalam tatanan Society 2.0, manusia memulai hidup dalam kelompok besar, Hammurabi membual tentang kasta-kasta dan dia angkat menjadi raja Babilonia. 

Era feodalisme adalah fase yang terlalu lama bertahta di anak tangga sejarah. Manusia di zaman itu tak ubahnya seperti semut di bawah kaca pembesar.

Telah sangat lama pula manusia berhasil melawan dirinya sendiri untuk bebas dari pelukan ketat kasta-kasta. Beribu-ribu tahun pula manusia lupa bahwa dirinya adalah makhluk tegak petarung, bukan seekor semut pengabdi.

Hal ini kemudian menjadi ironi ketika membaca fakta bahwa semut telah berhasil menguasai hampir seluruh bagian tanah di permukaan bumi. 

Semut adalah serangga sosial dengan 12.500 spesies yang damai di bumi. Sebab di kerajaan semut tidak hidup seorang pemikir liberal-egaliter macam Voltaire atau pejuang hak-hak sipil seperti Martin Luther King Jr.

Semut menerima kastanya sebagai yang terberikan (given) dari langit dengan lapang dada. Tidak ada kudeta militer terhadap ratu semut yang bertubuh bongsor itu.

Lagi pula ratu semut adalah ratu baik hati keibuan, yang menjadi sumber kehidupan bagi koloninya, alih-alih sebagai penindas. 

Tidak ada alasan bagi jelata-jelata semut untuk membencinya seperti kebencian terhadap Ratu Marie Antoinette, yang dituduh sebagai seorang pemboros dan mata-mata Austria.

Ratu semut juga tidak manja seperti ratu lebah yang diberikan royal jelly (susu lebah) sejak bayi untuk memacu pertumbuhan ukuran tubuhnya. 

Baca juga: Kredo Tuan Smith

Beberapa ratu semut ditemukan memiliki postur yang hampir sama dengan semut tentara atau semut pekerja. Ratu semut juga lebih egaliter dibanding ratu lebah sebagai penguasa tunggal yang sarangnya paling besar dan paling menonjol sendirian.

Di level Society 3.0, kelakuan manusia sebagai parasit bagi bumi makin menjadi-jadi. Mesin uap dan pabrik-pabrik mulai didirikan dan beribu-ribu cerobong asap raksasa dibangun setelahnya. 

Kapal-kapal uap bersenjata melakukan ekspedisi untuk merebut tanah jajahan. Di puncak revolusi industri 3.0, bumi sudah sangat tereksploitasi, hutan-hutan binasa, polusi udara, pencemaran lingkungan, pembocoran lapisan ozon, dan berakhir pada ancaman global warming. 

Di zaman ini utopia diterjemahkan ke dalam banyak ide atau isme, seperti dihitung oleh Lyman Tower Sargent di antaranya adalah sosialis, kapitalis, monarkis, demokratis, anarkis, ekologis, feminis, patriarkal, egalitarian, hierarkis, rasis, sayap kiri, sayap kanan, reformis, cinta bebas, keluarga inti, keluarga besar, dan lebih banyak lagi kaum pejuang utopia.

Baca juga: Techno Imperium, Peradaban Utopis? 

Seluruh isme itu kemudian runtuh begitu manusia memasuki era digital dalam tatanan Society 4.0, utopia gagal dicapai dengan cara apapun. Manusia-manusia posmo mulai tidak percaya kepada mitos-mitos negara dan bualan politik kekuasaan. 

Begitu pemimpin dari spesies manusia telah terbukti gagal dalam banyak hal, saat kedigdayaan mereka berhasil diintervensi oleh kecerdasan buatan (artifical intelligence), para futuris mendambakan sebuah kehidupan dalam kendali tunggal AI Governance System.

Sistem AI yang sempurna adalah yang berbasis kepada machine learning independen yang terpisah dari asupan big data dan algoritma baku yang diciptakan manusia. 

Sebagai mesin pembelajar mandiri serta mampu melipatgandakan kecerdasannya secara eksponensial, menjadi sangat mudah bagi sebuah robot atau mesin AI untuk melepaskan dirinya dari kontrol manusia. 

Kita berharap ini tidak terjadi seperti dalam film-film sci-fi, ketika robot memiliki kesadaran buatan, lalu mulai memberontak.

Kesadaran adalah sesuatu yang melekat pada eksistensi manusia. Memori dan kecerdasan manusia di masa depan bisa dipindahkan tapi kesadaran tidak. 

Apa yang dikatakan Ian Person bahwa pada suatu saat kesadaran manusia bisa dipindahkan ke dalam tubuh yang baru, serta bisa menyaksikan pemakaman dirinya sendiri, itu barangkali hanyalah kesadaran buatan seperti yang dimiliki robot Sophia. 

Lalu bagaimana caranya makhluk baru super cerdas ini bisa tetap tunduk di bawah kendali manusia untuk menuju utopia? Mereka barangkali harus menggunakan kesadaran semut (bersambung).



 

Muhammad Natsir Tahar
Komentar Via Facebook :