Berita / Nasional /
Tungkot: Banyak Kebohongan di CIFOR
Tungkot Sipayung. Foto Aziz
Jakarta, elaeis.co - Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusisess Strategic Policy Institute (PASPI), Dr Tungkot Sipayung menilai banyak kebohongan yang diungkapkan di Center for International Forestry Research (CIFOR).
"Banyak kebohongan di sini (CIFOR, red). Framing itu dibuat dengan kebohongan itu," kata Tungkot, kemarin.
Tungkot pun membeberkan sejumlah kebohongan di CIFOR itu. "Pertama, mereka mengatakan bahwa setelah tahun 1990, trofical deforestasi terjadi di dunia dan itu lah yang paling besar," ungkapnya.
"Mereka lupa bahwa sebelum tahun 80, ada 701 juta hektar hutan dunia yang mengalami deforestasi, sesuai hasil mattew. Sebanyak 93 persen itu di non tropis," tambahnya.
Dalam konteks dampak deforestasi, jelas dia, mau kapan pun dilakukan deforestasi itu, dampaknya sama. Jadi kelihatan bahwa CIFOR memframing situasi dan kondisi itu sejak 90 supaya menjebak sawit yang hadir di tahun 90-an.
"Kebohongan kedua, kalaupun misalnya setelah 90, hasil studi Eropa menunjukan bahwa deforestasi terbesar justru untuk be production. Sawit hanya 2 persen. Ini hasil studi Eropa," ujarnya.
Baca juga: Tungkot: CIFOR Tak Kompatibel Bicara Soal Sawit
Jadi, dengan demikian tidak relevan jika mengkaitkan deforestasi global dengan sawit. "Kecuali dipaksakan untuk kepentingan deforestasi free nya Eropa itu," tambahnya.
Begitu juga dengan pernyataan trofical deforestasi yang mana termasuk secara implisit sawit di dalamnya, yang dinilai penyumbang gas rumah kaca (GHG) dunia terbesar. "Ini kebohongan," tegas Tungkot.
"Data-data FAO, IEA, IPCC, WRI, selama ini 65 sampai 75 persen GHG dunia berasal dari energi fosil. Kontribusi deforestasi kurang dari 10 persen. Apalagi sawit, kecil, bahkan bisa positif karna dia menyerap CO². Jadi tidak relevan membicarakan sawit terkait deforestasi. Apalagi indonesia, sejak 2011 sudah melakukan moratorium, apa lagi yang mau dibicarakan?," bebernya.
Dan terkait dengan Uni Eropa, jika Deforestasi Free itu mau diberlakukan, sawit tidak termasuk didalamnya. "Cut of date nya kan tahun 2020. Dari 2020 kita enggak ada lagi bangun kebun sawit. jadi untuk apa itu dibicarakan lagi?," sebutnya.
Dia juga menyayangkan banyak para ahli di Indonesia yang terperangkap oleh framing dari CIFOR itu
"Inikan hanya kerjaan saja. terus, mereka ini juga korban dari publikasi internasional yang banyak bohong itu. misalnya soal data deforestasi di indonesia, kontribusi deforestasi dalam pemanasan global, selalu tidak mau menengok data yang sebenarnya," ujarnya.
"Jadi mereka itu telah menjadi korban dari kampanye negatif terhadap sawit secara global," imbuhnya.







Komentar Via Facebook :