Berita / Pojok /
Mini Review
Tumpang-Sari Sawit-Sapi, Untungkah?
Buku 'Membangun Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Indonesia. foto: ist
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) adalah salah satu komoditas perkebunan yang ikut memberi andil terhadap pendapatan petani dan devisa negara.
Luas lahan kelapa sawit di Indonesia sekitar 12,32 juta hektar (hal. 9) --- versi Kementan 2020 adalah 16,38 juta hektar --- dan populasi ternak sapi pedaging sebanyak 18,5 juta ekor di tahun 2018 (hal. 7).
Dua komoditas pertanian ini sama-sama penting. Sawit sebagai sumber minyak nabati (oil palm) dan menjadi sumber ekspor yang menjanjikan. Di sisi lain, daging sapi sangat dibutuhkan, tidak cukup diproduksi di dalam negeri, sehingga cenderung diimpor.
Menyimak potensi sawit dan turunannya dan kepentingan nasional terhadap daging sapi sebagai komoditas pangan hewani yang cenderung dijadikan komoditas politik negara, maka terbersitlah keinginan untuk menumpangsarikan sapi pada perkebunan kelapa sawit.
Monograf yang sedang direview ini berjudul: Membangun Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Indonedia, ditulis oleh tiga begawan (Prof Baliarti, Prof Budisatria, dan Dr Panjono) dari Laboratorium Produksi Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fapet UGM.
Monograf ini dikompilasi dari hasil-hasil kajian penulis, skripsi, tesis, dan disertasi mahasiswa yang berkaitan dengan tumpang sari sawit dan sapi.
Beberapa alasan dari ide ini adalah sawit, selain hasil utamanya berupa minyak nabati, juga ada limbah yang berpotensi sebagai pakan seperti; tandan buah, pelepah, solid, dan gulma serta rerumputan yang tumbuh di areal kebun kelapa sawit itu.
Sementara ternak sapi sebagai salah satu herbivora-ruminansia, dapat memanfaatkan limbah kebun sawit sebagai sumber pakannya (hal. 6).
Kehadiran sapi di ladang sawit disinyalir dapat mengefisienkan biaya pupuk dan pengendalian gulma.
Sementara si sapi dapat memanfaatkan limbah prosesing sawit menjadi pakan utama sehingga diharapkan sapi dapat bertumbuh lebih cepat dan produktif mencapai target populasi.
Dalam risalah ini, lebih dari dua pertiganya mendiskusikan tentang keberadaan sapi dan dampak pada pemeliharaannya di areal sawit.
Sayang sekali, monograf ini hanya disebutkan fungsi sapi adalah sumber pupuk dan pengendali gulma (hal. 4-6), tdk ada informasi tentang efek kehadiran ternak sapi terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi buah sawit serta ikutan lainnya.
Padahal inti dari integrasinya adalah sama-sama menguntungkan. Sapi yang dominan diintrodusir adalah sapi Bali.
Perlu pula dimengerti bahwa sapi Bali, selain sebagai grazer, ia juga sebagai browser. Sapi Bali akan jadi hama jika dilepas pada areal sawit yang masih belum tinggi.
Kiranya pada masa mendatang perlu dielusidasi ketermanfaatan sapi terhadap produksi total sawit dan konstrainnya sapi Bali.
Terlepas dari itu semua, monograf ini telah menambah wawasan kita tentang keberadaan kebun sawit dalam menunjang pembangunan peternakan ruminansia terutama sapi pedaging.
Buku monograf ini berdimensi 15,5x23cm, x + 96 halaman, ditulis di atas kertas Houtvrij Schrijfpapier (HVS) 70 gram.
Sebagai buku ilmiah, monograf ini dikompilasikan dari 141 rujukan ilmiah yg relevan, diikuti oleh indeks, serta profil penulisnya (Yogyakarta: UGM Press, Maret 2020).
Informasi dalam monograf ini cukup komprehensif sehingga patut menjadi referensi ilmiah dan praktis baik untuk dosen, peneliti, mahasiswa, wartawan, maupun pihak swasta.
Enak dibaca karena hurufnya sedang serta bahasanya sederhana. Namun satu hal yang perlu diperhatikan oleh penulisnya adalah ilustrasinya relatif kurang jelas karena gambar dan grafiknya terlalu kecil.
Sebagai referensi ilmiah, monograf ini patut dipedomani terutama untuk calon periset tentang integrasi sawit-sapi. Selamat menyimaknya!
Prof. Ir. Suhubdy, Ph.D.
Dosen dan Guru Besar Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia, Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram NTB. Alumnus Program S3 The University of Queesland, Australia.







Komentar Via Facebook :