Berita / Nasional /
Tumpang Tindih Regulasi Ancam Keberlanjutan Usaha Sawit
Dr Eugenia Mardanugraha. foto: dok. Gapki
Jakarta, elaeis.co – Industri kelapa sawit masih menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia dengan kontribusi yang signifikan terhadap devisa negara. Sepanjang tahun 2024, sektor ini mencatatkan nilai ekspor mencapai US$ 20 miliar, menjadikannya komoditas nonmigas dengan kontribusi terbesar.
Sayangnya, di balik capaian tersebut, para pelaku usaha menghadapi tantangan besar terkait ketidakpastian hukum dan tumpang tindih peraturan yang dapat mengganggu kelangsungan industri ini.
Akademisi yang juga peneliti di LPEM Universitas Indonesia, Dr Eugenia Mardanugraha mengatakan, ketidakpastian hukum yang terjadi dalam sektor sawit berpotensi mengganggu keberlanjutan industri secara keseluruhan.
Dia mengungkapkan bahwa inkonsistensi peraturan dan lemahnya kepastian hukum menciptakan ekspektasi negatif di kalangan pelaku usaha sawit, yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan mereka untuk melanjutkan atau menghentikan usaha.
“Pelaku usaha bisa saja berhenti menanam dan mengolah sawit. Lalu menggantinya ke tanaman lain, bahkan mengganti dengan bisnis lain. Bagi pengusaha, itu bisa dilakukan dengan mudah,” katanya dalam sebuah diskusi baru-baru ini.
Jika pengusaha besar hengkang, menurutnya, dampak besar akan dirasakan oleh petani kecil yang hanya memiliki lahan hanya 1 hingga 5 hektare. “Petani kecil tidak memiliki pilihan seperti pengusaha besar. Mereka yang paling terdampak jika industri sawit terpuruk,” tambahnya.
Eugenia menegaskan bahwa tumpang tindih regulasi dapat menciptakan ekspektasi yang merugikan, menyebabkan pelaku usaha menunda peremajaan tanaman atau bahkan membiarkan lahannya tidak ditanami. “Ekspektasi negatif ini sangat berpengaruh pada arah industri sawit, dan petani kecil terombang-ambing dalam ketidakpastian,” ujarnya.
Sektor sawit, yang menjadi andalan ekspor Indonesia, mencatatkan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa 73,83% nilai ekspor pertanian Indonesia berasal dari kelapa sawit.
Dengan luas lahan mencapai 16,38 juta hektare, Indonesia memimpin produksi sawit dunia dengan kontribusi hampir 59%. Namun, meskipun Indonesia adalah produsen terbesar, negara ini masih tidak memiliki kendali atas harga sawit di pasar internasional, yang dikuasai oleh negara-negara lain seperti Malaysia dan Belanda.
Eugenia berharap pemerintah segera melakukan perbaikan dalam tata kelola sektor sawit dengan menciptakan regulasi yang lebih konsisten, adil, dan berpihak pada keberlanjutan. “Kita tidak hanya ingin jadi produsen, tapi juga pemain utama dalam rantai nilai global sawit,” tutupnya.







Komentar Via Facebook :