Berita / Bisnis /
Tiongkok Borong dan Amankan Sawit Indonesia, Rakyat Bisa Kehabisan Minyak Goreng?
 
                Jakarta, elaeis.co – Tiongkok gencar serap sawit Indonesia demi energi dan pangan mereka, di sisi lain masyarakat Indonesia terancam minyak goreng bisa langka dan harga melonjak.
Tiongkok dilaporkan tengah menggila membeli minyak sawit Indonesia demi menjaga ketahanan energi dan pangan mereka.
Langkah agresif Beijing ini memicu kekhawatiran publik, apakah rakyat Indonesia bisa kehabisan minyak goreng di tengah melonjaknya permintaan ekspor?
Wakil Menteri Pertanian dan Urusan Pedesaan Tiongkok, Maierdan Mugaiti, baru-baru ini berkunjung ke Jakarta untuk memastikan pasokan minyak sawit mentah jangka panjang.
Tiongkok, sebagai importir terbesar kedua dan konsumen minyak sawit terbesar ketiga di dunia, bergantung pada sawit Indonesia untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati rumah tangga, industri makanan, dan biofuel.
Indonesia sendiri menyumbang sekitar 60 persen dari produksi sawit global, dengan Tiongkok menjadi pembeli terbesar kedua setelah India.
Tahun lalu, Beijing mengimpor 4,36 juta ton minyak sawit dan produknya, sebagian besar dari Indonesia, sebagian besar untuk konsumsi rumah tangga dan bahan baku industri.
Menurut analis ekonomi, strategi Tiongkok ini bisa menjadi pedang bermata dua bagi Indonesia. Di satu sisi, ekspor sawit ke negeri tirai bambu menjamin pasar besar dan stabil, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB nasional—lebih dari 4 persen, serta menyerap tenaga kerja hingga 16 juta orang.
Namun, di sisi lain, ketergantungan berlebihan pada Tiongkok berpotensi mengancam ketahanan pasokan dalam negeri.
Program biodiesel nasional seperti B40 dan rencana peluncuran B50 pada 2026 membutuhkan pasokan sawit lokal yang cukup. Jika sebagian besar sawit dialokasikan untuk ekspor, risiko kelangkaan minyak goreng di dalam negeri bisa meningkat, sehingga harga pun berpotensi meroket.
Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menyoroti tekanan pada pasokan domestik akibat ekspor sawit yang tinggi.
Dalam tulisannya, ia mengomentari kebijakan larangan ekspor RBD palm olein sebagai langkah yang bisa menstabilkan pasokan minyak goreng.
Tauhid juga menegaskan bahwa ekspor produk sawit (CPO dan turunannya) mencapai sekitar 65 persen dari total produksi, sehingga tekanan terhadap pasokan dalam negeri menjadi nyata.
Di tengah meningkatnya ekspor, pemerintah Indonesia juga berupaya menjaga tata kelola industri sawit. Pemeriksaan lahan ilegal dan perbaikan regulasi bertujuan meningkatkan transparansi, keberlanjutan, dan produktivitas. Namun, langkah ini, meski positif, bisa membuat investor Tiongkok menghitung ulang investasi mereka.
Faktor lain yang menambah tekanan adalah lahan sawit yang menua, hasil panen stagnan, serta dampak perubahan iklim. Semua ini membuat upaya memenuhi permintaan ekspor yang melonjak dari Tiongkok semakin menantang, tanpa inovasi teknologi dan investasi besar.







Komentar Via Facebook :