Berita / Nusantara /
Tiga Perusahaan di Kasus Minyak Goreng Ternyata Sedang Diselidiki KPPU
Kepala Kanwil I KPPU Sumbagut, Ridho Pamungkas. Foto: Viva.co.id/Putra Nasution
Medan, elaeis.co - Kasus dugaan gratifikasi penerbitan izin persetujuan ekspor minyak goreng yang ditangani Kejaksaan Agung menguak kisah lain. Tiga perusahaan yang diduga mendapat izin tersebut, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, dan Musim Mas, ternyata sedang diselidiki oleh Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU).
Ada lima perusahaan lainnya yang juga diselidiki KPPU karena diduga melakukan praktik kartel minyak goreng.
Kepala Kanwil I KPPU Sumbagut, Ridho Pamungkas, mengatakan, kasus dugaan gratifikasi itu semakin menguatkan sinyal adanya perilaku penahanan atau pengalihan pasokan yang mempengaruhi suplai minyak goreng di dalam negeri.
Sejak awal Ridho menilai ada sinyal kartel dalam kebijakan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation) yang mewajibkan pengusaha sawit mengalokasikan 20 persen dari volume ekspor CPO untuk kebutuhan industri minyak goreng di dalam negeri.
"Dalam hitungan pemerintah, kebutuhan CPO untuk industri minyak goreng akan terpenuhi dari alokasi DMO. Tetapi nyatanya banyak industri yang mengaku kesulitan memperoleh CPO sesuai harga yang ditetapkan pemerintah. Artinya ada perilaku pelaku usaha yang tidak mengikuti kebijakan DMO-DPO," katanya kepada elaeis.co, Jumat (22/4/2022).
Ridho menjelaskan, unsur kartel pada perilaku ekspor migor memang mesti memperlihatkan adanya perjanjian atau kesepakatan antara pelaku usaha dalam mengatur produksi. Tiga perusahaan itu, baik secara sendiri atau bersama-sama, diyakini telah berkomunikasi secara intens dengan otoritas terkait agar tetap menerbitkan izin ekspor meskipun mereka bukanlah entitas usaha yang berhak mendapat persetujuan ekspor.
"Ketiga perusahaan tersebut merupakan entitas usaha yang mendistribusikan CPO tidak sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri atau DPO," katanya.
Ia mensinyalir ada perilaku yang terkoordinasi di antara pelaku usaha yang menyebabkan kelangkaan migor di pasar. Itu sebabnya KPPU tetap akan menjalankan proses penyelidikan pada ketiga perusahaan itu meski mereka juga sedang berurusan dengan Kejaksaan Agung.
"Karena titik fokus antara kedua lembaga berbeda. KPPU fokus pada perilaku pelaku usaha atau perusahaan, bukan individu. Khususnya dalam membuktikan ada tidaknya tindakan koordinasi yang mengakibatkan kartel harga, kartel produksi, atau kartel pemasaran," jelasnya.
Ia menambahkan, sebelumnya KPPU telah memanggil sembilan perusahaan terkait dugaan kartel minyak goreng. "Tujuh diantaranya tidak memenuhi panggilan pertama, termasuk dari grup usaha yang terlibat dalam kasus yang ditangani Kejaksaan Agung," katanya.
Ridho meminta semua pelaku usaha yang dipanggil KPPU segera hadir untuk memberikan data dan keterangan.
"Pasal 41 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang KPPU menyebutkan pelaku usaha yang menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan dapat diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kami yakin setelah kejadian ini, pelaku usaha akan bersikap kooperatif dengan KPPU," tegasnya.







Komentar Via Facebook :