Berita / Kalimantan /
Terus Berjuang untuk Lahan Bekas Transmigrasi
Tarkum saat memperlihatkan sertifikat lahan miliknya. Foto Rasfina
Kaltim, elaeis.co - Tarkum tidak pernah menyangka lahan yang diberikan pemerintah tahun 1992 silam itu kini tidak ditangannya.
Padahal, di lahan seluas tiga hektare itu, lelaki 50 tahun ini berencana akan mengantungkan hidupnya di masa tua.
Namun apa daya, hingga kini Tarkum dan ratusan penduduk Kecamatan Rantau Pulung, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim), harus terus berjuang agar lahan bersertifikat itu kembali kepangkuan mereka.
Sebetulnya, Tarkum bukan asli kelahiran Rantau Pulung. Ayah empat anak ini dari Indramayu Provinsi Jawa Barat merantau ke Rantau Pulung tahun 1992 melalui program transmigrasi kategori umum.
"Saya ikut transmigrasi kategori umum tahun 1992. Tentu karena susah di kampung, maka saya ikut program itu dengan tujuan merubah nasib," kata Tarkum saat berbincang-bincang dengan elaeis.co belum lama ini.
Tiba di Rantau Pulung kala itu, lanjutnya, pemerintah memberikan lahan kosong bersertifikat seluas 3 hektare. Karena masih kosong, Tarkum pun mulai membersihkan dan bercocok tanam di lahan tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup pasca-sebelum tanaman mengahasilkan, Tarkum kala itu kerap mencari kerja sampingan hingga ke kota.
“Kalau dipikir-pikir, hampir 15 tahun tinggal di Rantau Pulung, kehidupan kami tidak berkembang. Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja susah. Saya harus ke Sangatta (Ibu Kota Kabupaten Kutai Timur) dan Kecamatan Bengalon kerja serabutan," kata warga Margo Mulyo SP 2 Ranto Pulung tersebut.
Tidak sering pula untuk sampai ke daerah itu, Tarkum harus berjalan kaki berjam-jam. Berangkat pukul 08.00 WIB pagi, sampai di kota jam 14.00 WIB sore. Sebab, transportasi kala itu jarang. Hanya satu dua mobil travel yang melintas kala itu.
"Kalau ada uang, saya naik travel. Tapi kadang tidak kebagian tempat duduk. Sebab, hanya dua mobil travel yang masuk ke sini kala itu," kata dia.
Tahun 2009, datanglah PT Nusa Indah Plantation Kalimantan (NIKP). Awalnya, Tarkum berpikir kedatangan perusahan merupakan berkah. Namun ternyata tidak. Sebab lahan warga satu persatu digarap tanpa ada sepucuk surat perjanjian.
Sebetulnya, tidak hanya Tarkum, dari hasil wawancara elaeis.co dengan warga lainnya di tujuh desa Kecamatan Rantau Pulung, juga sama yang dialami mereka.
Mirisnya, tidak pernah ada perjanjian antara masyarakat dengan pihak perusahan terkait lahan bekas transmigrasi tersebut.
"Kita sudah melakukan berbagai cara agar ada titik temu. Seperti Kelompok Tani Sidodadi telah menyurati pihak perusahaan untuk meminta kejelasan kerja sama. Bahkan sampai ke kepolisian namun tidak ada hasil," kata dia.
"Mereka pernah menjanjikan akan membuat MoU antara Kelompok Tani Sidodadi dengan perusahaan. Tapi tidak pernah terealisasi janji itu," ujarnya.
Kendati begitu, Tarkum mengaku akan terus memperjuangkan haknya sampai berhasil.
"Kita berharap pemerintah dapat menyelesaikan permasalah ini. Sebab sudah lama tapi tidak selesai-selesai. Lahan pemberian Pak Presiden yang tadinya diharapkan meningkatkan perekonomian, justru kita ditindas oleh perusahaan," pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum terkonfirmasi ke PT Nusa Indah Plantation Kalimantan (NIKP).







Komentar Via Facebook :