Berita / Nasional /
Terungkap! Ini 3 Bahan Baku Bioetanol Pilihan Kemenperin yang Tak Ganggu Pangan
Jakarta, elaeis.co – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan arah pengembangan bioetanol di Indonesia bakal semakin tegas dan anti-benturan dengan kepentingan ketahanan pangan nasional.
Komitmen itu disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Industri Hijau (PIH) Kemenperin, Apit Pria Nugraha, dalam seminar Energy Outlook di Jakarta, Kamis (4/12). Dan yang paling menarik, ada tiga bahan baku yang disebut paling aman untuk digenjot sebagai energi terbarukan.
“Kami concern dengan ketahanan pangan, jadi sumber-sumber bioetanol itu kami pilih yang tidak berpotensi tubrukan kepentingan dengan ketahanan pangan,” ujar Apit.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi primadona utama dalam daftar. Bukan tanpa alasan, limbah sawit ini punya potensi besar setelah melalui proses ekstraksi glukosa yang dikembangkan Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Agro (BBSPJIA) bersama PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).
Kolaborasi riset makin solid karena didukung PT Rekayasa Industri dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Intinya, TKKS kini bukan cuma limbah, tapi calon mesin energi baru.
Meski begitu, Apit mengakui tantangannya bukan main yaitu keekonomian. Saat ini ada dua opsi yang sedang dihitung matang, yakni mengirimkan TKKS ke central processing atau menggeser fasilitas pemrosesan lebih dekat ke sumber TKKS.
“Kalau saya, mendingan deketin tandan sawitnya supaya nanti kalau sudah jadi bioetanol, nilai tambahnya bisa lebih tinggi,” tegasnya.
Bahan baku kedua adalah campuran tebu, bukan bagian pangan, tapi bagian non-konsumsi yang aman digunakan untuk produksi bioetanol. Pilihan ini dinilai strategis karena tidak mengganggu suplai gula konsumsi masyarakat.
Sekam padi juga masuk radar Kemenperin sebagai bahan baku ideal. Limbah dari proses penggilingan beras ini melimpah, tidak beririsan dengan kebutuhan pangan, dan punya potensi besar untuk diolah jadi bioetanol. Dengan pemanfaatan sekam, Indonesia bisa mengurangi limbah sekaligus memperkuat bauran energi bersih.
“Semua opsi ini kami pilih karena tidak bertentangan dengan ketahanan pangan. Memang tidak mudah,” kata Apit.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan mandatori bioetanol 10 persen (E10) bisa meluncur pada 2028 atau bahkan lebih cepat.
Direktur Jenderal EBTKE ESDM, Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa bioetanol bakal jadi instrumen vital dalam mengurangi tekanan impor BBM.
Data ESDM menunjukkan bahwa sepanjang 2024 Indonesia masih mengimpor 330 juta barel minyak, terdiri atas 128 juta barel minyak mentah dan 202 juta barel BBM. Adapun produksi minyak nasional cuma 212 juta barel, jaraknya jauh.







Komentar Via Facebook :