Berita / Iptek /
Tentang 'Iming-iming' Penyedia Benih, Analisa Tross dan Hasil Kebun
 
                Ketua Koperasi Mukti Jaya, Bambang Gianto (tiga dari kanan pakai topi), saat berada di lahan kebu. foto: dok. pribadi
Jakarta, elaeis.co - Di mana pun Anda membeli benih kelapa sawit, Anda pasti akan disodori tabel karakteristik dan keunggulan akan benih itu.
Dari sederet keunggulan yang disodorkan, rata-rata produktifitas Tandan Buah Segar (TBS), rata-rata potensi ekstraksi Crude Palm Oil (CPO) alias kadar minyak sawit, menjadi daftar yang paling menarik.
Sebab siapapun yang akan bertanam sawit, hasil akhir yang dia inginkan tentu produktifitas TBS dan kadar minyak yang banyak.
Dari sederet laman produsen sawit yang ditengok oleh elaeis.co kemarin, semua produsen menjanjikan produktifitas dan kadar minyak yang luar biasa banyak bila memakai benihnya.
Socfindo misalnya. Perusahaan ini menyodorkan potensi produksi TBS sebesar 30-34 ton per hektar per tahun, jika memakai benih DxP LaMe.
Tapi kalau pakai DxP Yangambi, potensi produksi agak lebih rendah ketimbang DxP LaMe; 29-33 ton per hektar per tahun.
Bila perkebunan komersial yang memakai benih itu, potensi produksinya malah lebih besar lagi; 40 ton untuk DxP LaMe dan 35 ton untuk DxP Yangambi.
Lantas potensi rendemen, DxP LaMe diklaim bisa menghailkan 26%-28%, dan DxP Yangambi 26%-27%.
PT. Binasawit Makmur yang memproduksi benih Sriwijawa menjanjikan rata-rata produksi TBS 28-32 ton per hektar pertahun untuk benih DxP Sriwijaya dan 34-36 ton per hektar per tahun untuk benih DxP Sriwijaya Semiklon.
Kedua varietas benih ini kemudian disebut mampu menghasilkan rendemen di atas 25% dan di atas 26%.
Benih Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Bila Anda memakai benih DxP 540 NG, maka Anda bisa menghasilkan TBS 35 ton per hektar per tahun dengan kadar rendemen 26,5%-27,4%.
Asian Agri dengan benih Topaz nya, juga menjanjikan angka yang luar biasa. Kalau Anda memakai benih DxP Seri 4, Anda akan bisa menghasilka TBS 40,5 ton per hektar per tahun dan rendemen 29,7%.
Sinarmas. Bila Anda memakai DxP Dami Mas, Anda akan bisa menghasilkan 26-36 ton per hektar per tahun dengan rendemen di atas 24%.
Pertanyaan yang kemudian muncul, adakah pekebun atau perusahaan yang bisa mendapatkan produktifitas dan rendemen sebesar yang dijanjikan itu?
Adalah Koperasi Mukti Jaya di kawasan Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel).
Bekas mintra Hindoli ini, sekarang punya kebun kelapa sawit yang terhampar di enam desa dengan luasan 3000 hektar. Semua lahan disebut masuk klasifikasi S3.
Benih yang dipakai adalah produksi PPKS dengan varietas DxP 540 dan Simalungun. Semua tanaman hasil program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan sudah dikelola sendiri.

Ketua Koperasi Mukti Jaya, Bambang Gianto, saat berbincang di kebun sawit mereka. foto: dok. pribadi.
Waktu tanaman baru berumur 3-4 tahun, koperasi menjalani analisa tross. Kebetulan waktu itu bakal mengikat kontrak dengan salah satu pabrik di sana.
"Dari 5 sampel yang diambil, rendemen yang didapat beragam. Ada yang hampir 18%, 19% dan ada pula yang sudah di atas 19%. Lantaran itulah pabrik kemudian membeli hasil panen kami itu setahun di atas tahun tanam," cerita Ketua Koperasi Mukti Jaya, Bambang Gianto, saat berbincang dengan elaeis.co, kemarin.
Waktu itu, produktifitas rata-rata tanaman kata lelaki 49 tahun ini, sudah 22 ton per hektar per tahun. "Tahun lalu, tanaman sudah berumur 6 tahun. Produktifitas pun sudah ada yang di angka 27 ton per hektar per tahun. Bisa jadi itu di atas 28 ton per hektar per tahun lantaran belum dihitung potongan wajib di pabrik," terangnya.
Bambang tak menampik, meski semua tanaman diperlakukan cenderung sama, namun produktifitasnya tetap saja beda-beda. Yang 27 ton per hektar per tahun tadi berada di Desa Bumi Kencana.
Tapi itu tadi, kalau dipukul rata semua desa, rata-rata produksi tahun lalu sudah di angka 22 ton per hektar per tahun.
Lantaran produksi sudah berada di angka segitu, tahun ini kata Bambang, mereka akan menggenjot produksi. Yang sudah 27 ton per hektar per tahun, akan digenjot menjadi 30 ton per hektar per tahun.
Soal rendemen kata Bambang, enggak sulit mendapatkan 27%. Kalau brondolan saja sudah 30-35%, angka segitu bisa didapat. "Tapi itu rendemen murni. Rendemen teknis belum tentu," ujarnya.
Balik ke apa yang diterakan oleh produsen benih pada label benihnya menurut Bambang, itu bisa dicapai bila dalam ferforma tertinggi dengan kondisi terbaik.
Target PPKS kata, produktifitas umur tanaman 6 tahun pada lahan S3 hanya 19 ton per hektar per tahun, lahan S2 21 ton per hektar per tahun dan lahan S1 23 ton per hektar per tahun.
"Kami, semua lahan S3, tapi produktifitas kami sudah di atas lahan S1," lelaki ini tertawa. Intinya begini, dengan perlakukan standar (enggak usah mencapai GAP), kita bisa mencapai angka yang dibikin penyedia benih itu. Yang penting dengan upaya yang sesuai. Hanya saja, butuh pembuktian pada skala tertentu," ujarnya.
Lantas apa yang membikin Bambang dan kawan-kawan bisa mencapai produktifitas dan rendemen segitu? "Perawatan yang kami lakukan tidak di atas standar. Kami pakai otaknya petani, bukan perusahaan. Misalnya pemberantasan gulma, perawatan piringan. Kalau gulma masih pendek, dibiarkan saja dulu," terangnya.
Terus soal pupuk. Pupuk memang enggak bisa ditawar-tawar. "Walau kami pernah telat (tiga bulan), itu nggak disengaja, tapi karna kondisi. Itu saja sedikit telat, kami masih bisa dapat produktifitas segitu," ujarnya.
Yang terakhir dan yang paling penting adalah manajemen. "Yang kami kelola ini adalah lahan banyak orang, di enam desa. Kami harus jujur, harus kompak dan musti selalu menjaga kekompakan itu. Alhamdulillah kami bisa," katanya.
 
 







Komentar Via Facebook :