Berita / Nasional /
Tak Lindungi Buruh Kebun Sawit, Pemerintah Diminta Cabut UUCK
Buruh di perkebunan sawit. foto: spi.or.id
Jakarta, elaeis.co - Industri sawit telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Sayangnya, menurut Direktur Eksekutif Sawit, Watch Achmad Surambo, keuntungan tersebut tidak sejalan dengan kondisi yang dirasakan oleh buruh di perkebunan sawit.
Industri sawit menyerap tenaga kerja sebanyak 16,2 juta orang, dengan 4,2 juta merupakan tenaga kerja langsung dan sisanya merupakan tenaga kerja tidak langsung.
"Sebagian besar buruh sawit saat ini masih berada dalam posisi hubungan kerja yang rentan, bahkan diperparah dengan disahkannya kembali Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) Maret lalu," katanya melalui keterangan resmi, Senin (1/5).
Itu sebabnya saat memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, Sawit Watch meminta pemerintah mencabut UUCK untuk memberikan perlindungan bagi seluruh buruh kebun sawit di Indonesia.
"UUCK tidak memberikan perlindungan bagi buruh perkebunan sawit. Justru melegalkan praktek hubungan kerja rentan di perkebunan sawit serta menghilangkan kepastian kerja, kepastian upah, hingga kepastian perlindungan sosial dan kesehatan," kritiknya.
Hal ini mengakibatkan semakin banyak buruh prekarius (kondisi kerja yang tidak tentu, tidak aman, tidak pasti dan tanpa perlindungan) di perkebunan sawit yang mayoritas adalah perempuan.
"Kehadiran UUCK akan melegitimasi praktik hubungan kerja rentan sebagaimana selama ini telah dipraktikkan di perkebunan sawit. Praktek kerja outsourching diakomodir dalam regulasi ini, hal tersebut sangat merugikan buruh kebun sawit karena menyebabkan ketidakpastian hubungan kerja," katanya.
Dia menambahkan bahwa UUCK memberi keleluasaan bagi perusahaan mem-PHK buruh dengan pesangon yang kecil kapan saja dengan alasan rugi.
"Sawit Watch menegaskan bahwa UUCK tidak memenuhi kebutuhan buruh perkebunan sawit. Kami menuntut agar UUCK dicabut karena akan sangat merugikan bagi buruh di perkebunan sawit," tegasnya.
Spesialis Perburuhan Sawit Watch, Zidan menambahkan, sebagai salah sektor unggulan dengan permintaan dari luar negeri yang cukup besar, seharusnya buruh perkebunan sawit bekerja dengan upah layak, status permanen, dan dilindungi oleh jaminan sosial.
"Namun faktanya masih banyak perkebunan sawit mempekerjakan buruh dengan status buruh harian lepas," katanya.
Dia menilai kondisi yang dialami buruh sawit saat ini penting adanya sebuah regulasi yang memberikan perlindungan bagi buruh sawit.
"Perlu regulasi yang mengakomodir kepastian kerja, sistem pengupahan layak, jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan, mekanisme perlindungan K3 dan perlindungan terhadap kebebasan berserikat," sebutnya.
Peringatan Hari Buruh Internasional yang jatuh pada tanggal 1 Mei 2023 diharapkan dapat menjadi momen refleksi dan koreksi untuk mewujudkan langkah-langkah konkret untuk perbaikan kondisi buruh ke depan.
"Sudah selayaknya buruh sawit sebagai pejuang devisa negara mendapatkan perlindungan, jaminan serta posisi yang layak dalam sebagai salah satu parapihak yang mendorong pengembangan industri sawit saat ini," tutupnya.







Komentar Via Facebook :