https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Tahun 2026, Produksi Sawit Diprediksi Melejit tapi Ekspor Melempem

Tahun 2026, Produksi Sawit Diprediksi Melejit tapi Ekspor Melempem

Chief Executive Officer Westbury Group, Abdul Rasheed Jan Mohammad.


Nusa Dua, elaeis.co - Gelaran Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2025 di Bali kembali memunculkan sinyal bagi para pelaku industri. Proyeksi pasar regional tahun ini menunjukkan dua arah berbeda yaitu produksi minyak sawit diprediksi meningkat, tetapi ekspor justru melemah.

Chief Executive Officer Westbury Group, Abdul Rasheed Jan Mohammad, menegaskan bahwa lonjakan produksi dari Indonesia dan Malaysia muncul di luar perkiraan pasar. Akibatnya, harga minyak sawit mentah (CPO) tertekan cukup dalam.

“Pasar benar-benar terkejut. Produksi meningkat, tetapi para pelaku tidak siap,” ujarnya dalam pemaparan di Bali.

Di satu sisi, kenaikan produksi tentu menjadi kabar baik bagi perkebunan. Namun, suplai yang meningkat terlalu cepat membuat pasar global tidak mampu menyerapnya secara optimal. Indonesia dan Malaysia mencatat output lebih tinggi dari proyeksi, dan efeknya terasa hingga pasar minyak nabati dunia.

Beberapa faktor turut menahan laju ekspor minyak sawit tahun ini. Salah satunya adalah kebijakan biodiesel B50 di Indonesia yang masih belum jelas. Ketidakpastian tersebut membuat pasar bertanya-tanya apakah minyak sawit akan lebih banyak diarahkan untuk kebutuhan pangan atau justru energi. 

Di sisi lain, perang tarif antarnegara juga semakin agresif. Perseteruan tarif antara Amerika Serikat, India, Tiongkok, dan Uni Eropa membuat arus perdagangan global bergerak tidak menentu dan semakin sulit diprediksi.

Situasi menjadi lebih kompleks bagi negara pengimpor besar seperti Pakistan. Meski selama empat tahun terakhir mereka bergantung pada 87–90 persen pasokan minyak sawit dari Indonesia, struktur tarif dalam negeri justru membuat impor CPO menjadi tidak efisien. 

Kondisi tersebut diperparah dengan adanya pelarangan sementara impor kedelai dan kanola hasil rekayasa genetika (GMO) dalam dua tahun terakhir, yang sempat mengganggu rantai pasokan dan meningkatkan biaya pengolahan. 

Pertanyaan besar yang mengemuka di IPOC 2025 adalah apakah percepatan implementasi B50 tepat ketika harga minyak dunia sedang rendah.

“Kita perlu menentukan prioritas, minyak sawit untuk pangan atau untuk bahan bakar?” tegas Jan. 

Jika B50 diterapkan secara penuh, negara pengimpor seperti Pakistan berpotensi kesulitan mendapatkan pasokan, sehingga peluang ekspor dapat menyempit.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :