https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Sudah Dihasilkan Ratusan Produk Turunan, Begini Tantangan Hilirisasi Sawit

Sudah Dihasilkan Ratusan Produk Turunan, Begini Tantangan Hilirisasi Sawit

Dwi Asmono. foto: ist.


Jakarta, elaeis.co – Potensi besar industri hilir kelapa sawit Indonesia masih belum tergarap maksimal. Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Dwi Asmono menegaskan bahwa dari sekitar 200 produk turunan sawit yang telah diidentifikasi, baru sebagian kecil yang benar-benar dikembangkan secara serius di dalam negeri.

“Kalau kita bicara produksi sawit 53 juta ton, sebenarnya ekspor bahan mentahnya hanya sekitar 10 persen dari total komponen ekspor. Artinya, kita sudah bergerak ke hilirisasi, terutama di sektor biodiesel yang sekarang sudah mencapai B35, dan sedang dikaji menuju B60 hingga B100,” ungkap Dwi, yang juga menjabat Direktur R&D PT Sampoerna Agro Tbk dalam keterangannya, Jumat (1/08).

Namun, menurutnya, tantangan utama saat ini justru terletak pada pemilihan produk hilir yang tepat. Dari ratusan pilihan, tidak semua layak dikembangkan karena tiap produk memerlukan pendekatan pasar dan teknologi yang berbeda.

“Semakin ke hilir, semakin rumit mencari market yang cocok. Di sinilah para inovator harus ikut berpikir, mana yang feasible dan berdampak besar,” ujar Dwi.

Dia juga mengingatkan bahwa kekuatan sektor hilir sangat bergantung pada soliditas sektor hulu. Ia menyebutkan bahwa produktivitas sawit nasional masih rendah, sekitar 4 ton per hektare per tahun. Padahal, berdasarkan basis ilmiah, potensi produktivitas bisa mencapai 8 hingga 9 ton, bahkan sampai 18 ton per hektare untuk tanaman tertentu.

“Kalau hulunya lemah, mustahil hilirnya bisa kuat. Jadi kalau kita mau ke B100, hulunya harus siap. Ini yang menjadi perhatian GAPKI sebagai asosiasi pengusaha perkebunan,” katanya.

Lebih jauh, Dwi menjelaskan bahwa berbagai riset juga diarahkan untuk mendukung ekonomi sirkular, termasuk pemanfaatan limbah sawit. Limbah padat misalnya, mulai dimanfaatkan menjadi biochar, bahan pupuk, hingga diolah menjadi biogas untuk sumber energi.

Sayangnya, menurutnya, inovasi dan riset sering kali berjalan parsial, sehingga dampaknya belum maksimal. Karena itu, ia menilai perlunya sinergi antara pemerintah, swasta, dan peneliti dalam mendorong pemanfaatan menyeluruh dari pohon sawit.

Terkait pembukaan lahan baru yang masih berada dalam masa moratorium, Dwi menyatakan GAPKI tetap mematuhi kebijakan pemerintah. Namun ia mendorong agar regulasi juga mampu memberi ruang untuk inovasi, khususnya dalam mendukung petani rakyat yang menguasai sekitar 40 persen dari total 16,4 juta hektare lahan sawit nasional.

“Masalah petani itu bukan satu. Mulai dari pupuk sampai panen, losses-nya besar. Riset menunjukkan ada yield gap 47 persen di petani dan 37 persen di perusahaan besar. Kalau mau bantu petani, regulasi harus berbasis data saintifik,” pungkasnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :