https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

SPKS Ingin Reposisi Kemitraan Petani dan Perusahaan Sawit

SPKS Ingin Reposisi Kemitraan Petani dan Perusahaan Sawit

Ilustrasi petani sawit (Facebook)


Jakarta, Elaeis.co - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) masih menemukan sejumlah kendala dalam kemitraan antara petani dengan perusahaan sawit.  

Kepala Departemen Advokasi SPKS, Marcerlinus Andri, mengatakan, dalam evaluasi kemitraan yang berjalan saat ini diantara masalah di tingkat lapangan yang ditemukan adalah kewajiban membangun kebun plasma yang belum selesai dilakukan  perusahaan, masih adanya konflik kemitraan, kemitraan yang tidak transparan, standar HAM yang tidak dijalankan dalam kemitraan usaha perkebunan, dan masih ada praktik kecurangan yang terjadi terutama terkait dengan harga TBS.  

“Misalnya terkait dengan kepatuhan perusahaan dalam pembangunan kebun plasma 20 persen dari HGU untuk masyarakat. Dalam catatan SPKS, 2018 masih ada sebanyak 32 persen pemegang IUP belum membangun 20 persen untuk plasmanya,” katanya dikutip Republika.co.id.

Tidak adanya transparansi dan akuntabilitas utang kredit pembangunan kebun kemitraan, katanya, juga menjadi penyebab konflik yang sering terjadi dalam kemitraan. Mengutip The Gecko Project 2021, sebutnya, dugaan kasus konflik kemitraan terkait plasma yang terjadi di 270 perusahaan dari 49 grup perusahaan dalam lima tahun terakhir mencapai 130 kasus. Bentuknya berupa protes yang dilakukan petani terkait konflik/masalah kemitraan, 120 pengaduan kepada pemerintah daerah, dan ada 15 kasus aduan dan keluhan ke RSPO terkait dengan kemitraan.

Menurut Marcerlinus,  kondisi ini juga diperburuk dengan proses membangun perjanjian kemitraan yang tidak dipahami petani atau bisa dikatakan perjanjian yang dibuat hanya secara sepihak, banyak substansi aturan kontrak yang merugikan petani. “Akhirnya, petani tidak memiliki posisi tawar untuk menggapai keadilan di depan pihak perusahaan,” bebernya.

Perwakilan Direktotal Jenderal Perkebunan (ditjenbun), Antares Prawira, menjelaskan, dari sisi aturan, setelah terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, sudah ada aturan baru fasilitasi pembangunan kebun masyarakat yaitu melalui Permentan No. 18 Tahun 2021 Tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar. “Nantinya akan ada turunan lagi ke peraturan Dirjen Perkebunan untuk operasinal di lapangan,” jelasnya.

Dia mengatakan, Ditjenbun juga akan terus melakukan sosialisasi aturan kemitraan ini kepada semua pihak agar dipahami dengan baik. “Juga dilakukan pengawasan agar tidak ada yang dirugikan lagi.”


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :