https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Setelah 12 Tahun, Harga CPO Cetak Lagi Rekor Baru

Setelah 12 Tahun, Harga CPO Cetak Lagi Rekor Baru

Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit petani yang akan diantar ke pabrik untuk diolah menjadi CPO. Foto: Ist


Jakarta, elaeis.co - Harga minyak sawit kembali mencetak rekor baru setelah rekor lama di angka RM4.005 bertahan selama 12 tahun. 

Ini kelihatan dari harga pasar produsen atau Free On Board (FOB) yang terpampang di market insider yang menunjukkan angka fantastis; RM4.210 atau US$1.052 per ton. 

"Ini menjadi harga tertinggi sepanjang sejarah industri minyak sawit," kata Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung kepada elaeis.co Jumat (12/3).

Ketua Tim Lintas Kementerian dan Asosiasi Penyusunan Roadmap Industri Sawit Indonesia ini menyebut, kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) memang sudah terjadi sejak Mei tahun lalu. 

Kenaikan itu dipicu oleh kurangnya pasokan minyak nabati ke pasar dunia. Stok minyak sawit di negara-negara tujuan seperti Cina, India, Uni Eropa (UE) dan lainya di bawah stok tahun 2019 dan volume stok itu masih berlangsung sampai sekarang. 

"Ini tak lepas dari dampak El Nino 2019 yang membikin produksi minyak sawit turun 10%-15?ri target. Mandatori B30 yang diberlakukan Indonesia sejak 2020 juga membikin pasokan minyak sawit ke pasar dunia berkurang 8 juta ton," Tim Ahli Pemerintah pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam menghadapi kebijakan Renewable Energy Directives (RED II) ILUC Uni Eropa ini mengurai.  

Belakangan ekspektasi penurunan pasokan CPO ke pasar dunia juga datang dari Malaysia yang tahun ini sudah siap-siap memberlakukan B20. 

Hal lain yang membikin harga minyak sawit itu meroket lantaran pasar juga kesulitan mencari alternatif lain lantaran produksi minyak nabati lain juga sedang landai. Cuaca buruk di USA dan Amerika Selatan telah membuat produksi minyak kedelai menurun. 

Di kawasan Eropa, luas tanaman rapeseed dan sunflower menyusut. Dampak pandemi Covid 19 yang cukup besar terhadap pertanian dan distribusi negara negara maju, melengkapi situasi tak elok itu.
 
"Setidaknya dalam semester ganjil 2021 ini, pasar dunia masih kekurangan stok. Itulah salah satu faktor yang membikin harga minyak nabati termasuk sawit, tinggi," urai lelaki 56 tahun ini. 

Namun memasuki semester genap tahun ini, harga kemungkinan akan turun seiring dengan adanya perkiraan bahwa produksi CPO dan minyak nabati lainnya, semakin pulih.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :