Berita / Nasional /
SETARA Institute Sentil Pelaku Usaha Sawit dan Tambang: Jangan Tutup Mata Soal HAM dalam Bisnis
Jakarta, elaeis.co - Ada teguran halus tapi pedas dari SETARA Institute untuk para pemain besar di sektor sawit dan tambang.
Lewat ajang malam apresiasi Bisnis dan HAM (BHAM) 2025, organisasi ini mengingatkan bahwa praktik bisnis yang tak menghormati hak asasi manusia bukan lagi sesuatu yang bisa ditoleransi, apalagi menjelang regulasi HAM baru yang bakal mandatory pada 2027.
Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, menyampaikan bahwa perusahaan, terutama di dua sektor yang punya rekam jejak masalah lingkungan dan sosial ini, harus berbenah lebih cepat.
Menurut Halili, bisnis tak boleh lagi jalan dulu, urusan risiko belakangan. Sebab ukuran bisnis yang bertanggung jawab di era sekarang bukan cuma soal keuntungan dan produksi, tapi juga bagaimana perusahaan memperlakukan pekerja, masyarakat sekitar, hingga dampak ekologis yang ditimbulkan.
“Ini semua berbasis riset. Kami melakukan responsible business conduct benchmarking. Kita ingin melihat apakah perusahaan benar-benar menjalankan praktik bisnis yang bertanggung jawab,” kata Halili dalam acara yang berlangsung Selasa malam di Jakarta.
Ia menegaskan, nilai dasar dari seluruh tanggung jawab perusahaan adalah HAM, bukan sekadar pemenuhan dokumen atau sertifikat.
Setara Institute bersama SIGI research and consulting melakukan pemetaan risiko dan pengukuran terhadap perusahaan sawit dan tambang.
Hasilnya cukup jelas, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikejar para pelaku usaha. Penelitian tersebut mengungkap bahwa risiko-risiko HAM di sektor sawit dan tambang masih besar, sementara pembenahannya berjalan tidak merata.
Peneliti bisnis dan HAM Setara Institute, Nabhan Aiqoni, menambahkan bahwa temuan ini menjadi “alarm keras” bagi industri. Menurutnya, RBC benchmarking bukan sekadar menilai, tetapi memberi sinyal risiko yang harus ditangani segera.
“Kita melakukan pengukuran ini sebagai basis. Ada risiko-risiko yang perlu dibenahi secara continuous improvement,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa perbaikan harus dilakukan terus-menerus, bukan hanya menjelang audit, bukan pula karena tekanan publik.
Lebih jauh, Setara Institute mengingatkan bahwa 2027 menjadi tahun krusial. Regulasi berbasis HAM yang akan diberlakukan membuat perusahaan tak punya pilihan selain bersiap dari sekarang. Dari direksi hingga pekerja lapangan, semuanya harus satu frekuensi: bisnis yang bertanggung jawab adalah keharusan, bukan opsi.
Halili mengingatkan, sektor sawit dan tambang dipilih bukan tanpa alasan. Dua industri ini memegang kontribusi ekonomi besar, tapi juga menyimpan risiko dampak sosial-lingkungan paling tinggi. Mulai dari isu deforestasi, konflik lahan, keselamatan kerja, hingga dampak limbah—semuanya menjadi bagian dari perhatian utama riset.
Karena itu, pesan Setara Institute tegas: jangan tutup mata. Perusahaan sawit dan tambang yang ingin bertahan apalagi masuk pasar global, tak boleh hanya fokus pada produksi dan ekspansi. Penegakan HAM harus menjadi bagian dari jantung operasional bisnis.







Komentar Via Facebook :