Berita / Sumatera /
Sertifikat ISPO tak Dianggap PKS, Psikologis Petani Terpukul
Muhamad Irhas (baju merah), Fungsional Perencana Dinas Perkebunan Jambi (Dok. pribadi)
Jambi, Elaeis.co - Dengan anggota ribuan petani sawit, di Provinsi Jambi ada sekitar 200 kelompok tani (poktan) dan 1.000 koperasi. Namun sejauh ini baru tiga poktan dan dua koperasi yang mengikuti sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Fungsional Perencanaan Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Muhamad Irhas, mengatakan, minimnya jumlah itu disebabkan beberapa hal.
"Mulai dari kurang gencarnya sosialisasi ISPO secara langsung ke petani, lalu regulasi yang dirasakan sangat memberatkan para petani, serta budget yang dimiliki petani tidak cukup kuat untuk membiayai proses sertifikasi ISPO," katanya kepada Elaes.co, Jumat (29/10/2021) sore.
Ia mengungkapkan, setidaknya biaya Rp 70 juta sampai Rp 160 juta harus dikeluarkan poktan untuk mendapatkan sertifikat ISPO. Itu sudah termasuk biaya audit yang dilakukan para auditor ISPO.
"Setahu saya, setidaknya dua kali tim auditor harus datang ke kebun sawit yang dikelola poktan, gapoktan, atau koperasi. Dan biaya itu semua harus ditanggung para petani," kata Irhas.
Faktor lain yang juga jadi penyebab utama petani ogah mengikuti proses sertifikasi ISPO yakni mereka sering harus menghadapi perusahaan kelapa sawit (PKS) yang nakal.
"Maksudnya begini, petani merasa menyesal atau tak ada gunanya mengikuti sertifikasi ISPO karena ternyata di tingkat pabrik, buah sawit produksi mereka dihargai sama dengan hasil panen petani sawit yang enggak ikut ISPO," kata Irhas.
Irhas tahu hal itu karena pernah mendapatkan keluhan para petani sawit dari beberapa kabupaten di Jambi yang sudah dapat ISPO.
"Sudah capek-capek ikut ISPO, kok harga buah sawit kami sama dengan yang enggak ikut ISPO. Mereka bilangnya begitu," katanya menirukan kekesalan para petani sawit.
Setelah diselidiki, menurut Irhas, ternyata banyak pemilik PKS yang tidak tahu apa itu ISPO. Ada juga yang sudah tahu, namun petugas penerima sawit di PKS dibiarkan menyamaratakan harga sawit produksi petani yang sudah ikut ISPO dengan yang belum.
"Itu ada bagian penerimaan buah, kalau tak salah namanya bagian sortasi, yang sering menyamakan harga TBS produksi petani yang ikut ISPO dengan TBS produksi petani yang belum ikut ISPO. Kan jadi terpukul psikologis petani," kata Irhas.
Untuk mengatasi masalah itu, menurutnya, pihak PKS dan petani harus sama-sama ikut sosialisasi ISPO sehingga komunikasi dan pemahaman tentang pentingnya ISPO sama-sama terbangun di antara kedua belah pihak.
Pemprov Jambi sendiri sebenarnya tidak tinggal diam atas situasi ini. Irhas mengatakan, sejak tahun lalu Jambi sudah punya peraturan daerah (perda) tentang Tata Niaga Sawit. Banyak hal terkait sawit yang diatur dalam perda itu, termasuk tentang kewajiban PKS membedakan harga TBS dari kebun yang telah mengikuti sertifikasi ISPO.
Namun sayangnya perda itu tidak bisa segera dieksekusi karena belum ada peraturan gubernur (pergub) sebagai petunjuk teknis bagi Dinas Perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Jambi.
"Tapi setahu kami pergubnya lagi digodok," kata Irhas.
Jika sudah selesai, menurutnya, perda dan pergub itu nantinya bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan sanksi bagi PKS yang nakal.
"Selama ini Dinas Perkebunan Jambi tidak bisa mengambil tindakan apapun terhadap PKS di tingkat kabupaten atau kota yang mengabaikan peraturan yang ada, termasuk kewajiban memperlakukan secara lebih baik TBS produksi petani yang ikut ISPO. Otonomi daerah membuat kewenangan instansi provinsi terbatas," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :