Berita / Nasional /
Sertifikat ISPO Belum Diterima Pasar Global, Pakar Sarankan Pemerintah Lakukan Ini
Ir Diana Chalil MSi PhD, akademisi dari Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Sumatera Utara (USU)
Medan, elaeis.co - Ada fakta yang menyesakan dada di balik mandatori sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi pengusaha dan petani kelapa sawit di Indonesia.
"Padahal sertifikat kita (ISPO -red) belum diterima di pasar global," ujar Ir Diana Chalil MSi PhD, akademisi dari Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Sumatera Utara (USU) kepada elaeis.co melalui aplikasi WhatsApp, Senin (15/4/2024).
"Jadi seharusnya Pemerintah fokus saja ke perbaikan manajemen dengan menggunakan prinsip dan kriteria ISPO," ujar peneliti yang telah menulis berbagai buku penelitian soal sawit ini.
Sekadar mengingatkan, kewajiban atau mandatori menjalankan sertifikat ISPO ini diatur dalam tiga regulasi, baik yang dubuat oleh DPR dan Pemerintah, atau pun dibuat oleh Presiden serta Menteri Pertanian (Mentan).
Regulasi pertama temtang ISPO adalah Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023.
Kedua adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Dan terakhir adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Diana Chalil mengakui sudah beberapa kali membahas persialan sertifikasi ISPO ini dengan Komite ISPO, baik melalui lokakarya atau wotkshop, baik daring maupun luring.
"Data terakhir 2023 yang saya dapat menjelaskan bahwa pencapaian sertifikasi ISPO di tingkat pekebun masih kurang dari 1 persen, dan itu sudah berjalan sekitar 10 tahun," ungkap Diana Chalil.
Artinya, kata Diana, kalau memang tujuan Pemerintah adalah untuk memperbaiki performa pekebun melalui sertifikasi ISPO.
"Maka harus ada rencana bertahap dari Pemerintah, termasuk dengan mempertimbangkan kondisi eksisting yang ada," ucapnya.
"Kalau enggak, maka resiko mengejar target dengan segala konsekuensi akan semakin meningkat," tegas pakar yang aktif dalam membentuk rencana aksi provinsi kelapa sawit berkelanjutan (RAP KSB) Sumut ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa waktu yang lalu Andi Nur Alam Syah selaku Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengeluarkan surat edaran yang intinya mengibgatkan para pelaku sawit soal mandatori sertifikasi ISPO yang akan berakhir pada tahun 2025.







Komentar Via Facebook :