Berita / Nasional /
Semangat 'Mengawal' BPDPKS Dari Kuta Bali
Musdhalifah Machmud (dua dari kanan), Dirut BPDPKS, Eddy Abdurrachman (tiga dari kanan), Ketum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, Ketum GAPKI Joko Supriyono. Foto: Ist
Bali, elaeis.co - Wajah perempuan 58 tahun itu nampak serius saat mengurai kembali kisah kejayaan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia di masa lalu. Tentang Indonesia yang pernah menjadi raja ekspor kopra dan sederet andalan ekspor lainnya yang sekarang tinggal kenangan.
"Dulu banyak komoditas berharga yang kita punya, sekarang enggak lagi," kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ini dalam acara "Sosialisasi Dampak Penerapan Tarif Layanan BLU BPDPKS Terhadap Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan" di Kuta Bali, kemarin.
Belakangan, kata Doktor Manajemen Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, kelapa sawit muncul sebagai komoditas utama yang kemudian ditopang oleh Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Bagi perempuan bernama lengkap Musdhalifah Machmud ini, hadirnya BPDPKS ternyata mampu mengawal sumber ekonomi sektor perkebunan kelapa sawit. Maka tak aneh, banyak komoditas lain ingin mencontoh kesuksesan BPDPKS ini.
"Lantaran itu saya meminta jangan ada yang berupaya melemahkan BPDPKS ini. Kalau lemah, akan sangat beresiko kepada banyak hal, khususnya pada upaya menjaga stabilitas harga TBS petani," katanya.
Kalau pun ada yang kurang dalam perjalanan BPDPKS itu kata Mus, bisa kok dikoreksi bersama, toh BPDPKS selalu terbuka menerima masukan dari berbagai pihak. Tak hanya dari pemerintah, tapi juga dari petani dan masyarakat.
"Dan saya lihat, BPDPKS terus melakukan penyempurnaan-penyempurnaan untuk meningkatkan daya saing industri sawit dan yang lebih penting lagi, menjaga keseimbangan sawit indonesia. Bersama BPDPKS, kita ingin membangun narasi baik tentang sawit Indonesia," ujarnya.
Mus pun kemudian meminta agar kedepannya, semua elemen harus bersama-sama melawan kampanye negative dengan data ilmiah.
"Seperti hari ini, data-data yang ditampilkan sangat-sangat bagus untuk menjelaskan betapa baiknya dampak kelapa sawit terhadap ekonomi Indonesia, aspek sosial dan lingkungan terjaga. Saya berpesan kepada BPDPKS supaya resources dan research lebih diperbesar, naikkan ke jurnal-jurnal internasional," pintanya.
Soal keberadaan BPDPKS tadi, Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung mengamini apa yang dibilang oleh Musdhalifa.
Bagi ayah dua anak ini, BPDPKS adalah lembaga yang sudah berperan besar mendukung peningkatan kesejahteraan petani sawit. Mulai dari program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), Beasiswa Sawit, pelatihan SDM, hingga dukungan sarana prasarana (sarpras).
"Kami juga minta agar BPDPKS jangan ada yang melemahkan, dan saat ini kami sedang “menikmati” 6 fungsi dan tujuan didirikannya BPDPKS itu. Sebelum BPDPKS ada, kami tidak pernah merasakannya. Kalaupun ada yang mengatakan lain tentang BPDPKS, itu biasalah, mereka bukan petani sawit, jadi wajar kalau mereka tidak merasakannya apa yang dirasakan petani," katanya.
Apkasindo sendiri kata Gulat, punya keinginan mengusulkan agar Presiden mempertimbangkan mendirikan Badan Sawit Indonesia, biar badan ini nanti lebih kuat mengurusi sawit dan punya otoritas tunggal dibawah presiden.
Adapun data yang diperoleh elaeis.co, dari 2016 hingga 2021, BPDPKS telah menyalurkan duit sekitar Rp6,59 triliun kepada 105.684 petani kelapa sawit dalam program PSR. Duit itu untuk meremajakan 242.537 hektar kebun.
Sepanjang 2015-2021, sudah 9.679 yang lulus pelatihan dan 3.265 orang yang lulus beasiswa sawit. Untuk ini Rp204 miliar pula duit yang tersalur.
Itu belum termasuk pembiayaan untuk penelitian dan pengembangan yang melibatkan 840 orang peneliti, 346 mahasiswa dan 69 lembaga penelitian dan pengembangan yang menyedot pembiayaan sekitar Rp389 miliar.
Lantas, sepanjang 2021, sudah Rp21,1 miliar pula duit mengalir kepada petani kelapa sawit dalam program sarana prasarana.
Jadi, tak heran kalau Musdhalifah maupun Gulat meminta BPDPKS jangan dilemahkan. Sebaliknya justru musti lebih dikuatkan. Misalnya dengan memberikan BPDPKS kewenangan dan kebijakan lebih atau seperti yang dibilang Gulat tadi, dibesarkan jadi Badan Sawit Indonesia.
Tidak seperti sekarang, masih saja 'direcoki' oleh banyak kelembagaan yang di antaranya malah tak ada hubungannya dengan industri sawit itu.







Komentar Via Facebook :