Berita / Nusantara /
Sejak Berdiri Perusahaan Ini Tak Menampung TBS Petani
Ilustrasi/Elaeis
Jakarta, elaeis.co - Total perkebunan kelapa sawit di Provinsi Aceh mencapai 530 ribu hektare. Dimana 52% adalah kebun milik petani swadaya. Sedangkan sisanya milik korporasi dan petani plasma.
Sekretaris DPW APKASINDO Aceh, Fadhil Ali ketika berbincang dengan elaeis.co, Selasa (14/6) mengatakan, ada beberapa perusahan yang beroperasi di Aceh justru tidak membeli hasil kebun milik petani lantaran memiliki kebun luas. Satu di antaranya PT Socfindo yang sudah beroperasi sebelum Indonesia merdeka.
"Perusahaan ini memiliki kebun dan PKS hampir di seluruh wilayah sentra kelapa sawit di Aceh. Namun sayangnya mereka tak beli TBS petani. Padahal jika mereka mau beli saja otomatis akan membantu petani di wilayah mereka beroperasi," kata dia.
Jika alasannya adalah kualitas, sebetulnya ada cara untuk menentukan standar kualitas tersebut. Jika mau kata Fadhil, perusahaan bisa berlakukan sortir atau pemotongan langsung. "Sayangnya, mereka gak beli TBS petani," terangnya.
Seharusnya kata Fadhil, meskipun sudah berdiri sebelum undang - undang atau peraturan perkebunan ditetapkan, perusahaan ini tetap harus bermanfaat atau berkontribusi bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Bukan pun membeli, setidaknya menurut Fadhil membina dan bermitra terhadap masyarakat sekitar.
"Kita berharap pemerintah tegas dalam menjalankan aturan yang ada. Nah, informasinya HGU perusahaan itu akan berakhir pada 2023 mendatang. Ini lah kesempatan pemerintah untuk menggendong perusahaan itu dalam tujuan mensejahterakan masyarakat," terangnya.
Menurut Fadhil ini justru sejalan dengan pemikiran Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), Sugianto Sabran yang mengusulkan pencabutan izin terhadap perusahaan kelapa sawit yang tidak berkontribusi terhadap masyarakat. Artinya masyarakat tidak merasakan langsung manfaat atas keberadaan perusahaan tersebut.
Ketua Bidang Advokasi dan Hukum DPW APKASINDO Jambi, Dermawan Harry Oetomo beberapa waktu lalu juga mengaku mendukung langkah gubernur tersebut. Hal ini tentu bertujuan agar perusahaan tidak mengolah kebun kelapa sawit sesukanya.
"Benar itu (cabut izin), ini pasti akan berdampak terhadap PKS yang tidak memiliki kebun baik inti maupun kebun rakyat tapi menetapkan harga TBS sesuka hati," bebernya
Menurutnya hingga saat ini petani masih saja menjadi korban. Padahal petani adalah pahlawan devisa negara.
"Jika tidak ada sumbangsihnya terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar dan daerah maka wajar jika izin operasinya dicabut. Dan pemerintah harus tegas dalam hal ini. Gubernur Kalteng bisa menjadi contoh di daerah lain," paparnya.
Sebelumnya, Ketua DPW APKASINDO Kalteng, Jamudin Maruli Tua Pandiangan juga mengatakan hal yang sama dengan mendukung keputusan Gubernur Kalteng.
"Mestinya perusahaan berkontribusi ke petani, sesuai dengan aturan yang berlaku. Nah gubernur tentu memperjuangkan masyarakatnya. Otomatis kita sangat setuju pencabutan izin itu jika tidak ada kontribusi," ujarnya.
Menurut Jamudin, perusahaan seyogyanya bukan hanya berkontribusi terhadap masyarakat, namun juga terhadap pendapatan daerah. Tetapi faktanya, Kalteng justru dinilai tidak menjadi wilayah spesial meski menjadi salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Malah bisa dikatakan tidak lebih baik dari daerah yang bukan penghasil kelapa sawit.
"Saat ini pemerintah hanya fokus pada petani plasma yang belum tentu ada kebenarannya di Kalteng ini. Padahal jika petani swadaya seperti kami ini dibina dan dirangkul, tidak menutup kemungkinan justru menambah kontribusi pendapatan daerah tadi," bebernya.
"Jadi kita setuju dengan usulan gubernur. Kita dukung dan kita ada di belakang gubernur," imbuhnya.







Komentar Via Facebook :