https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Sederet Tantangan Terus Menekan Industri Sawit RI

Sederet Tantangan Terus Menekan Industri Sawit RI

Pekerja mengumpulkan hasil panen sawit. foto: Ditjenbun


Jakarta, elaeis.co – Industri kelapa sawit Indonesia menghadapi banyak tantangan sepanjang tahun 2025. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut bahwa berbagai tekanan, baik dari dalam negeri maupun global, membuat 2025 menjadi tahun penuh guncangan bagi sektor sawit nasional.

Menurut Executive Director GAPKI, Mukhti Sardjono, tantangan utama berasal dari persaingan ekspor yang semakin ketat, terutama ke pasar Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam kini memberlakukan tarif impor sebesar 32% terhadap minyak sawit asal Indonesia, jauh lebih tinggi dibandingkan tarif untuk Malaysia yang hanya 24%.

“Beban ekspor sawit Indonesia saat ini mencapai US$221,12 per ton, sementara Malaysia hanya US$140 per ton. Jadi kita bisa melihat daya saing kita kalah,” ujar Mukhti dalam pernyataan resminya, kemarin.

Tak hanya itu, tekanan geopolitik global seperti perang Rusia-Ukraina, konflik India-Pakistan, dan eskalasi ketegangan di Timur Tengah turut mendorong kenaikan harga energi, yang otomatis membebani biaya produksi minyak sawit. Hal ini membuat posisi Indonesia di pasar global semakin tertekan.

GAPKI juga mencatat bahwa harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada Maret 2025 telah menurun, bahkan berada di bawah harga minyak nabati lain seperti rapeseed oil dan sunflower oil, menambah kekhawatiran terhadap stabilitas harga dan ekspor.

Dari sisi domestik, tantangan tak kalah pelik. Produktivitas sawit nasional masih stagnan di kisaran 3,8 ton per hektare per tahun, jauh dari potensi ideal sebesar 5-6 ton per hektare. Sementara itu, kebutuhan dalam negeri untuk pangan, energi, dan industri oleokimia terus meningkat, menimbulkan ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.

Mukhti juga menyoroti ketidakpastian hukum dan regulasi sebagai salah satu penghambat terbesar bagi iklim usaha. Saat ini, setidaknya ada 37 instansi yang terlibat dalam pengaturan industri sawit, dengan banyak regulasi tumpang tindih dan kerap berubah-ubah.

Masalah lainnya adalah perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk dalam kawasan hutan, yang berisiko terhambat dalam pengelolaannya. Bila tidak segera diselesaikan, hal ini bisa berdampak pada penurunan produksi dan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perkebunan.

“Jika kebun sawit tidak segera dilanjutkan pengelolaannya, akan berpotensi terjadi PHK dan kehilangan produksi,” tegas Mukhti.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :