Berita / Nusantara /
SE Dirjenbun Tidak Lindungi Petani Swadaya dari Spekulasi PKS
CPO yang hendak diekspor dimuat ke dalam kapal. Foto: Barantan
Jakarta, elaeis.co - Surat edaran (SE) yang dikeluarkan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Ali Jamil PhD, Senin (25/4/2022), menegaskan bahwa CPO tidak termasuk produk sawit yang rencananya akan dilarang untuk diekspor.
Dalam SE itu Ali menjelaskan, pelarangan ekspor hanya diterapkan kepada RBD Palm Olein dengan tiga pos tarif. Yakni 1511.90.36 (RBD Palm Olein dalam kemasan berat bersih tidak melebihi 25 kg), 1511.90.37 (lain-lain dengan nilai iodine 55 atau lebih tetapi kurang dari 60), serta 1511.90.38 (RBD Palm Olein lainnya).
Sayangnya, di sentra-sentra sawit, harga TBS tiba-tiba anjlok karena kabar yang beredar adalah pelarangan ekspor CPO.
Ali pun lantas meminta gubernur di 21 provinsi untuk mengambil tindakan terhadap perusahaan sawit di wilayahnya yang menurunkan harga beli TBS secara sepihak. Para kepala daerah itu diminta memastikan pabrik kelapa sawit membeli TBS berpedoman pada harga resmi yang dikeluarkan Tim Penetapan Harga yang ditunjuk pemerintah.
Sayangnya, SE itu terkesan hanya melindungi para petani sawit plasma atau petani swadaya yang sudah bermitra dengan pabrik kelapa sawit (PKS). Sebab, harga beli yang ada di dalam isi surat itu mengacu pada harga yang ditetapkan Tim Penetapan Harga TBS tingkat provinsi. Dan harga yang ditetapkan tim tersebut hanya mengikat bagi petani yang telah bermitra.
SE itu tidak menegaskan perlindungan harga TBS produksi petani sawit swadaya yang tak punya kemitraan dengan PKS.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP) Ditjenbun Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi, tidak menampik hal tersebut.
"Untuk itulah pemerintah selalu mendorong kemitraan. Agar petani memperoleh perlindungan harga TBS yang dituangkan dalam perjanjian kerja bersama," jelasnya.







Komentar Via Facebook :