Berita / Nusantara /
SDM PKS Mini Tak Boleh Abal-abal, Harus Profesional
Ilustrasi PKS mini (ptki.ac.id)
Medan, Elaeis.co - Kementerian Koperasi dan UKM mendukung penuh keinginan petani sawit memiliki pabrik kelapa sawit (PKS) skala mini melalui koperasi. Apalagi dukungan pendanaan tersedia di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui program pengadaan sarana dan prasarana (sarpras).
Yang jadi pertanyaan kemudian, sanggupkah petani mengelola PKS mini secara profesional ?
“PKS mini harus dikelola oleh tenaga atau SDM yang profesional. Enggak masalah kalau petani sawit yang mengelola, asal memiliki kemampuan, punya profesionalitas,” kata Asep Abdullah SE dari Kementerian Koperasi dan UKM saat berbicara dalam webinar yang diselenggarakan oleh Gamail's Institute, Kamis (29/7).
Asep mengutarakan hal itu agar para petani sawit benar-benar memiliki niat lurus dan kemampuan yang mumpuni jika ingin memiliki PKS mini. Ia lalu mengisahkan sindiran sejumlah petani yang ditemuinya saat mengikuti studi banding ke Belanda beberapa tahun lalu.
“Petani Belanda bilang orang Indonesia itu superman, bisa mengerjakan semuanya. Petani bisa jadi pengurus koperasi, juga ketua karang taruna, merangkap anggota DPRD. Semua dirangkap. Di Belanda hal itu tak pernah terjadi. Untuk satu pekerjaan, harus dicari satu orang yang profesional dan bisa mengerjakan hal itu secara fokus,” katanya.
Itu sebabnya Asep mewanti-wanti, pengadaan sarpras berupa PKS mini yang didanai BPDPKS bukan untuk dipermainkan. Apalagi dana yang bakal digelontorkan sangat besar, mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah.
“Bayangkan, untuk PKS mini dengan kapasitas 30 ton per jam dibutuhkan dana sekitar Rp 100 miliar. Saya belum tahu apakah itu untuk pembangunan PKS mini saja atau sudah ikut yang lain,” sebutnya.
Sementara itu Sumarjono Saragih dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan pengalaman buruk saat menjadi penanggung jawab 25 koperasi sawit dan karet di Kabupaten Mesuji, Sumatera Selatan, di awal tahun 2000-an.
Kata dia, perusahaan tempatnya bekerja dan para petani yang tergabung dalam koperasi membentuk sebuah perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas atau PT. Komposisi sahamnya 80 persen untuk perusahaan dan 20 persen untuk koperasi petani yang nota bene adalah hibah dari perusahaan.
“Saya terlibat langsung dalam proses pembentukan pabrik. Sangat disayangkan gagal ketika operasional. Penyebabnya, komitmen lembaga koperasi dan para anggotanya memasok bahan ke pabrik sangat rendah,” bebernya.
Karena itu ia menyarankan agar sambil merencanakan ekspansi ke PKS mini, pengurus koperasi serta para petani sawit perlu meningkatkan kapasitas atau capacity building. “Agar kelak sanggup mengelola dengan profesional ketika PKS mini benar-benar terwujud.”







Komentar Via Facebook :