https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Sawit Watch Bongkar Peta Risiko: Konsesi Sawit Tumpang Tindih dengan Zona Banjir

Sawit Watch Bongkar Peta Risiko: Konsesi Sawit Tumpang Tindih dengan Zona Banjir


Jakarta, elaeis.co – Fakta baru soal banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat akhirnya terkuak. Laporan analisis spasial Sawit Watch yang dirilis Jumat (5/12/) menunjukkan peta mengejutkan, dimana konsesi sawit ternyata menjalar luas ke zona hidrologis yang secara ilmiah tak boleh disentuh monokultur. 

Akibatnya, kawasan yang seharusnya jadi penyangga air berubah jadi titik merah pemicu banjir bandang.

Sawit Watch mengungkap, luas tutupan sawit di Sumatera telah menembus 10,70 juta hektare, melewati batas atas daya dukung ekologis pulau tersebut yang dipatok 10,69 juta hektare. 

Artinya, Sumatera sudah resmi masuk fase ecological overload, dimana tanah, air, dan bentang alam tak lagi mampu menyerap tekanan dari perluasan perkebunan.

Yang bikin situasi makin gawat, 5,97 juta hektare di antaranya berada di wilayah Variabel Pembatas, yakni area yang secara hidrologis dan fisik dinyatakan tidak layak untuk sawit. 

Di zona inilah seharusnya hutan bekerja sebagai “penahan tekanan air”. Begitu dikonversi menjadi kebun monokultur, fungsi itu hilang seketika. 

Lanskap kehilangan kemampuan menyerap limpasan, dan aliran permukaan berubah ekstrem. Hasil akhirnya? Banjir bandang besar seperti yang menyapu Aceh, Mandailing Natal, dan Pesisir Selatan.

“Ini alarm keras. Hanya kebun sawit eksisting yang boleh dipertahankan. Tidak ada ruang untuk ekspansi baru di Sumatera,” tegas Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch. 

Ia menyebut kondisi ini sebagai “titik kritis ekologis” yang tak bisa lagi ditunda penanganannya.

Temuan Sawit Watch benar-benar gamblang. Jalur banjir bandang hampir identik dengan titik-titik konsesi sawit besar di tiga provinsi.

Di Aceh, wilayah yang diterjang banjir ternyata berada di atas bentang konsesi seluas 231.095,73 hektare. Sementara itu, di Mandailing Natal, Sumatera Utara, terdapat 65.707,93 hektare konsesi sawit yang berada tepat dalam lanskap terdampak banjir. 

Kondisi serupa juga ditemukan di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, di mana 24.004,33 hektare konsesi berada di zona yang kini berubah menjadi alur banjir. 

Jika dijumlahkan, total 320.807,98 hektare konsesi sawit berada dalam bentang alam yang mengalami banjir bandang. Polanya terlalu konsisten untuk disebut kebetulan, seakan garis banjir dan garis konsesi berlapis persis satu sama lain.

“Ini bukti kuat bahwa kombinasi kerusakan hidrologis dan ekspansi konsesi di zona sensitif telah menciptakan bom waktu banjir bandang,” ujar Surambo. Menurutnya, curah hujan ekstrem hanyalah pemantik, masalah utamanya adalah tata ruang yang dibiarkan melenceng dari sains.

Sawit Watch menyebut batas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) Sumatera telah jebol. Jika ekspansi sawit tak dihentikan sekarang, daerah tangkapan air bakal terus rusak dan bencana hidrometeorologi makin tak terhindarkan.

“Ini bukan lagi isu lingkungan, tetapi isu keselamatan warga, infrastruktur, dan ekonomi jangka panjang,” kata Surambo.

Karena itu, Sawit Watch menekan pemerintah untuk menerapkan rem darurat: berhenti memberikan izin baru, menata ulang pemanfaatan ruang, dan memulihkan kawasan sensitif. 

Tanpa itu, Sumatera diperingatkan bakal menghadapi banjir yang lebih sering, lebih luas, dan lebih mahal biayanya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :