Berita / Nusantara /
Sawit Sumsel Melorot Hingga Rp1.700 per Kilogram
Kredit Foto: Syahrul/Elaeis
Palembang, elaeis.co - Penghujung Ramadan petani kelapa sawit justru dilema lantaran harga tandan buah kelapa sawit justru terus mengalami penurunan. Ini terjadi hampir di seluruh wilayah penghasil kelapa sawit se-Nusantara. Tidak terkecuali provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Dari pantauan Rudi Arpian selaku Fungsional Analis PSP Tingkat Madya Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan di wilayahnya harga beli dari pabrik kelapa sawit (PKS) turun Rp1.000-Rp1.700/kg. Malah ada PKS yang sudah tidak melayani pembelian TBS lagi. Mirisnya, ini hanya berlaku untuk petani swadaya saja.
"Sumatera selatan dengan potensi luas areal sawit 1.221.374 hektar dengan produksi 3.323.670 Ton CPO. Jumlah petani sawit sebanyak 224.649 kepala keluarga(KK) terdiri dari petani plasma 119.870 KK dan sisanya petani Swadaya sebanyak 104.779 KK. Jadi kondisi ini sangat merugikan petani swadaya tersebut," paparnya kepada elaeis.co, Kamis (28/4).
Menurutnya, kondisi ini pengaruh dari kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bahan baku dan minyak goreng. Kendati sudah tersebarnya surat edaran dari Dirjenbun, dampak pidato Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu itu diduga masih menjadi senjata PKS menurunkan harga TBS tersebut.
Dengan kondisi petani sendiri tidak banyak pilihan dan malah justru harus pasrah menerima harga rendah tadi. Pasalnya, TBS yang sudah panen harus sudah masuk pabrik tidak lebih dari 1x 24 jam dan jika ini ditolak pabrik maka akan menjadi rusak.
"Kita himbau PKS untuk tetap membeli TNS petani swadaya dengan harga yang tidak terlalu jauh berbeda dengan harga yang ditetapkan oleh tim penatapan harga TBS. Jangan menciptakan kesenjangan harga yang terlalu tinggi," tuturnya
Ia juga berharap semua pihak tenang menyikapi pelarangan ekspor ini, pemerintah hanya berupaya menurunkan harga minyak goreng sawit domestik yang harganya melambung tinggi saat ini dengan memenuhi pasokan. Setelah itu tercapai, tentu semua akan kembali normal.
"Untuk itu kepada PKS dihimbau untuk segera memasok kebutuhan bahan baku minyak goreng domestic agar tercapai harga eceran yang ditetapkan pemerintah," paparnya.
Ia berharap setelah libur panjang ini semua dapat kembali normal dan pemerintah dapat memberikan solusi atau menerapkan kembali kebijakan kewajiban seluruh pabrik CPO untuk memasok ke dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO), bila perlu DMO dinaikkan dari 20% menjadi 25% dan Domestic Price Obligation (DPO) ditetapkan dengan harga yang pas.
"Apapun keputusan pemerintah harus tetap dikawal agar tidak terjadi penyimpangan sehingga menambah panjang larangan ekspor CPO dan turunannya ini. Dengan demikian tidak ada pihak yang dirugikan, semua bisa untung dan tujuan pemerintah tercapai," tandasnya.







Komentar Via Facebook :