Berita / Sumatera /
Sawit Jadi Kambing Hitam Banjir Sumatera, Padahal Akar Masalahnya Jauh Lebih Kompleks
Sekretaris Jenderal Aspek-Pir, Syarifudin Sirait.(Ist)
Jakarta, elaeis.co - Tudingan bahwa pembukaan lahan sawit menjadi penyebab utama banjir besar yang melanda beberapa wilayah di Sumatera masih terdengar jelas. Namun petani sawit menilai tuduhan tersebut tidak berdasar dan justru menutup mata terhadap persoalan lingkungan yang sesungguhnya telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
Menurut Sekretaris Jenderal Aspek-Pir, Syarifudin Sirait, persoalan banjir dan longsor tidak bisa dilepaskan dari tata kelola hutan dan sungai yang keliru sejak lama. Sedimentasi, erosi, penumpukan material pelapukan, serta pembalakan liar di kawasan hulu sungai menyebabkan pendangkalan aliran sungai. Sayangnya, normalisasi sungai yang seharusnya menjadi langkah penting untuk mencegah bencana tidak pernah dikerjakan secara konsisten.
“Ketika banjir datang dan membawa sampah serta material tanah dari longsoran, tidak ada satu batang pun pohon sawit yang ikut hanyut. Ini justru bukti bahwa tudingan tersebut tidak memiliki dasar,” ujarnya kepada elaeis.co, Sabtu (6/12) malam.
Ia juga membandingkan kondisi Indonesia dengan Singapura, negara yang hampir tidak memiliki hutan tetapi jarang menghadapi banjir besar ataupun longsor. Menurutnya, hal itu terjadi karena pengelolaan air dan drainase di negara tersebut dilakukan secara profesional dan berkelanjutan.
Sirait begitu sapaan akrabnya mengimbau semua pihak untuk tidak serta-merta menjadikan petani sawit sebagai pihak yang disalahkan setiap kali bencana terjadi. “Lama-lama, nanti kalau para pejabat kolesterolnya naik, petani sawit juga yang disalahkan karena memproduksi minyak goreng,” ungkapnya kecewa.
Pihaknya menegaskan bahwa industri sawit telah memberikan kontribusi besar bagi ekonomi Indonesia. Lebih dari 80 juta penduduk terlibat dalam rantai industri sawit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Kami pun turut menjadi tulang punggung ekonomi bangsa. Tidak adil jika setiap bencana kami selalu dituding sebagai penyebabnya,” tegasnya.
Di tengah bencana yang masih menyisakan duka, ia juga menyampaikan doa dan empati bagi para korban. “Semoga bencana ini cepat berlalu, luka dan derita para korban segera terobati, dan mereka diberikan ketabahan serta kesabaran," doanya.
Ia berharap, penanganan bencana dan perencanaan lingkungan ke depan dilakukan secara jernih, berbasis data, dan tidak dilandasi prasangka. Sebab, hanya dengan memahami akar masalah yang sebenarnya, solusi jangka panjang untuk mencegah banjir dan longsor dapat terwujud.







Komentar Via Facebook :