https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Sawit Dituding Sumber Bencana, Popsi Minta Pembuktian

Sawit Dituding Sumber Bencana, Popsi Minta Pembuktian

Ketua Umum Popsi, Mansuetus Darto.(Ist)


Jakarta, elaeis.co - Tudingan bahwa kelapa sawit menjadi sumber bencana di Pulau Sumatera menjadi sorotan sejumlah pihak. Terutama para petani kelapa sawit.

Seperti Perkumpulan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) yang justru menantang pemerintah untuk membuktikan tudingan tersebut.

Ketua Umum Popsi, Mansuetus Darto mengatakan seharusnya pemerintah  melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh perkebunan sawit yang beroperasi di wilayah terdampak banjir, termasuk menelusuri status legalitas dan kepatuhan lingkungan dari setiap perusahaan. Sehingga deforestasi yang dituduhkan dapat terjawab. Kemudian satgas juga harus memaparkan berapa hektar sawit ilegal di wilayah tersebut  

"Perkebunan yang memiliki izin resmi semestinya dapat ditelusuri melalui pemeriksaan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta rekam jejak kepatuhan perusahaan terhadap regulasi yang berlaku. Pemerintah seharusnya memiliki mekanisme yang cukup jelas untuk memastikan suatu izin dijalankan sesuai ketentuan," ujarnya kepada elaeis.co, Minggu (7/12).

Jika terbukti ada aktivitas ilegal, pemerintah harus juga mengambil langkah tegas. "Selama ini, Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) diketahui rutin menyita perkebunan sawit ilegal dan mengenakan denda kepada para pelakunya. Nah dana hasil penyitaan dan denda tersebut seharusnya dapat digunakan untuk revitalisasi lingkungan pasca-banjir, terutama bila kerusakan yang terjadi dapat dikaitkan dengan keberadaan kebun sawit ilegal di kawasan tersebut," tegasnya.

Selanjutnya, jika tudingannya terkait perkebunan dan deforestasi, maka publik berhak mengetahui berapa luas kawasan yang terbukti ilegal. Informasi itu hanya bisa dipastikan melalui Satgas PKH.

Untuk itu Popsi mengusulkan program revitalisasi yang perlu dilakukan untuk memulihkan kawasan pasca musibah tersebut. Pertama yakni perencanaan lanskap berkelanjutan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kemudian melakukan perlindungan hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV). Selanjutnya penerapan Best Management Practices (BMP), lali pemulihan kawasan gambut yang rusak, dan penegakan hukum terhadap pembukaan lahan secara ilegal.

"Langkah-langkah tersebut bukan hanya penting untuk memulihkan kerusakan yang sudah terjadi, tetapi juga untuk mencegah bencana serupa di masa depan," tandasnya.



 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :