Berita / Sumatera /
Sawit Berkelanjutan Mau Dijadikan Monumen Hidup
Riswan Zen dari Yayasan Indonesia Dagang Hijau berbicara tentang VSA untuk menjadikan perkebunan sawit menjadi monumen hidup di Aceh Tamiang (Hendrik Hutabarat/Elaeis.co)
Kuala Simpang, Elaeis.co - Di tengah rintik hujan, Langkat Ginting dan belasan petani sawit swadaya yang mewakili ribuan petani di Kabupaten Aceh Tamiang membacakan Ikrar Petani Sawit Lestari. Pembacaan ikrar itu dilakukan pada peringatan ke-110 Hari Sawit Indonesia yang digelar di Lapangan Kebon, Desa Karang Baru, Kecamatan Semadam, Kamis (18/11/2021).
Peringatan Hari Sawit Indonesia itu terselenggara berkat kerja sama Yayasan Indonesia Dagang Hijau, Kompasiana Institut, sejumlah perusahaan sawit seperti Socfin dan Musim Mas, Pemkab Aceh Tamiang, dan Pemprov Aceh.
Langkat Ginting membacakan empat ikrar petani sawit swadaya di Aceh Tamiang. Yakni menjalankan perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan, meningkatkan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas diri dan organisasi untuk mewujudkan petani sawit yang mandiri, serta menjalin kerja sama dengan lintas pihak dalam mewujudkan kesejahteraan petani.
Dalam sambutannya, Riswan Zen dari Yayasan Indonesia Dagang Hijau (IDH) mengatakan, sebagai lembaga sipil non pemerintah, IDH para pengusaha sawit terus berupaya keras mewujudkan rantai pasok sawit yang berkelanjutan untuk mewujudkan cita-cita Langkat Ginting dan ribuan petani sawit swadaya lainnya di Aceh Tamiang.
"Kami berprinsip mengedepankan kemitraan karena sangat penting untuk dijalankan demi memastikan suplai sawit dari petani berkelanjutan dan bisa diverifikasi. Kami menamakannya verified sourcing area (VSA) atau produksi buah yang bisa diverifikasi sumbernya. ," kata Riswan.
Menurutnya, ide VSA bukan datang tiba-tiba melainkan sudah dipersiapkan sejak beberapa tahun lalu. Akhir tahun 2019 pihaknya dan sejumlah pihak di Aceh Tamiang telah menandatangani kerja sama kelapa sawit berkelanjutan dan menuju VSA. “VSA sangat penting dilakukan agar pengusaha besar yakin kalau buah sawit yang disuplai petani swadaya memenuhi standar keberlanjutan,” jelasnya.
Eropa sendiri, kata Riswan, ngotot tak akan mau membeli produk perkebunan yang tak berkelanjutan. "Kopi, sawit, atau apa pun produk perkebunan, tak akan mereka beli sebelum pasti diketahui kalau itu diperoleh dari tata cara perkebunan yang berkelanjutan," katanya.
Ia menyebutkan, semangat menciptakan perkebunan yang berkelanjutan merupakan upaya untuk membuat monumen hidup di Aceh Tamiang.
"Di Aceh Tamiang kita buat monumen hidup yang menegaskan kalau sawit Aceh Tamiang merupakan sawit berkelanjutan yang diakui global. Apalagi lahan yang dikelola petani sawit di Aceh Tamiang hampir sama besar dengan perusahaan," katanya.
Jika monumen hidup itu terwujud, dia yakin kelak Aceh Tamiang bisa menjadi produsen sawit berkelanjutan yang bisa dipandang hormat oleh para investor dan pemerhati sawit.
Ajakan Riswan mewujudkan monumen hidup berupa sawit yang berkelanjutan itu disambut antusias seluruh stakeholder sawit. Sebagai bentuk komitmen, semua pihak yang terlibat dalam acara peringatan ke-110 Hari Sawit Indonesia itu menandatangani kerja sama melaksanakan praktek VSA dalam perkebunan kelapa sawit swadaya.







Komentar Via Facebook :