Berita / Sumatera /
Sawit Abal-abal Jadi Monumen Kenang Kesalahan Masa Lalu
Sudarma Hadinata (kiri) dan Indra Sanjaya, Penasehat dan Ketua DPW Asosiasi SAMADE Provinsi Babel (Dok. pribadi)
Pangkal Pinang, Elaeis.co - Sudarma Hadinata, warga Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Babel), mulai ikut berkebun sawit di tahun 2009. Dia termasuk yang mula-mula jadi petani sawit swadaya di kabupaten itu.
"Tapi bibit yang saya tanam di tahun 2009 itu abal-abal. tak tahu saya jenisnya, yang penting tanam. Boleh dibilang, di Babel ini, rata-rata yang tanam di bawah tahun 2009 menggunakan bibit abal-abal semua itu," kata Penasehat DPW Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Provinsi Babel ini kepada Elaeis.co, Minggu (21/11/2021) malam.
Penggunaan bibit abal-abal itu umumnya karena masih minimnya sumber informasi mengenai bibit sawit yang bersertifikasi dan berkualitas. Di tahun-tahun itu Sudarma sudah mulai jadi pedagang perantara antara petani dan pabrik kelapa sawit (PKS). Dari situ dia tahu kalau banyak petani saat itu menggunakan bibit abal-abal.
"Di tahun-tahun itu saya termasuk ikut angkut-angkut, beli buah sawit masyarakat. Jadi tahu bibit apa yang dipakai," kata Sudarma.
Sekarang baru dia menyesal dan kecewa pernah menanam bibit sawit abal-abal. Itu sebabnya dia gampang emosi bila melihat penjual bibit sawit abal-abal.
"Saya kalau lihat mereka kayak melihat musuh. Itu karena saya teringat masa lalu saya yang juga nanam bibit abal-abal tapi tak memberikan hasil maksimal," kata Sudarma.
"Kalau yang abal-abal itu, tak pernah bisa sampai 18 ton per hektar per tahun. Panennya paling 15-an ton. Apalagi tanah di kebun saya, grade-nya jelek, kelas tiga," katanya.
Setelah mendapat informasi dan cara mendapatkan bibit unggul, mulai tahun 2016 Sudarma secara perlahan menggantinya sawit di kebunnya. Lahan seluas 14 yang hektar ditanami bibit SP 540 dan DxP Simalungun produksi PPKS Medan.
Tetapi ia tidak menebang semua sawit abal-abal. Ia membiarkan 500 batang tumbuh sampai sekarang.
"Sengaja ditinggalkan untuk kenang-kenangan, jadi monumen kalau dulu kita pernah salah besar," tukasnya.
"Dengan demikian kita tahu barometer perkembangan kita sendiri. Oh dulu pernah begini, lalu berubah jadi begini. 500 batang sawit abal-abal itu menjadi monumen tentang perkembangan pola pikir, tentang budi daya sawit yang pernah dijalani, supaya tidak sombong karena di masa lalu pernah berbuat salah," tambahnya.
Bagi yang tetap ngotot menanam bibit abal-abal, Sudarma mengajak untuk berpikir ulang. Sebab, kata dia, hasil panen rata-rata per tahun tak akan bisa melampaui produksi bibit unggul.
Belum lagi bibit sawit abal-abal itu belum tentu memiliki kekebalan atau daya tahan maksimal menghadapi sejumlah penyakit yang jamak menyerang kelapa sawit.
"Bibit abal-abal ini, bagaimanapun cara kita merawatnya, enggak respek itu tanaman sawitnya. Tak kan bisa menghasilkan TBS dalam jumlah yang maksimal. Ini adalah pengalaman kita banget. Makanya saya ajak petani sawit swadaya, gunakan bibit berkualitas agar dapat hasil yang maksimal," tegasnya.







Komentar Via Facebook :