https://www.elaeis.co

Berita / Sulawesi /

Satgas PKA Sulteng Tuntaskan Konflik Transmigrasi Madoro dengan Perusahaan Sawit

Satgas PKA Sulteng Tuntaskan Konflik Transmigrasi Madoro dengan Perusahaan Sawit

Rapat mediasi membahas keluhan warga transmigrasi Madoro. Foto: ist.


Poso, elaeis.co — Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (sulteng) lewat Satuan Tugas Percepatan Kawasan Agraria (Satgas PKA) turun tangan menyelesaikan konflik agraria dan sosial di kawasan transmigrasi Madoro, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso.

Bertempat di Ruang Pogombo, Kantor Bupati Poso, Satgas PKA yang dipimpin Kadis Perkimtan Sulteng, Abd Haris Karim, dan Ketua Harian Eva Bande, memediasi langsung antara warga transmigran, Pemkab Poso, dan pihak perusahaan sawit PT Sawit Jaya Abadi (SJA) 2. Wakil Bupati Poso, Soeharto Kandar, turut hadir dan memimpin dialog yang berlangsung intens.

Mediasi ini merupakan tindak lanjut dari aksi masyarakat yang digelar pada 2 Juli 2024 silam di Lapangan Transmigrasi Kancu’u, menyuarakan keresahan atas hak tanah, akses kesehatan, pendidikan, infrastruktur, serta utang ratusan juta rupiah per KK yang dibebankan oleh perusahaan sawit.

Dalam mediasi tersebut, perwakilan warga seperti Silnayanti Bonturan, Cristovel, dan Yeni Sandipu, menyampaikan delapan tuntutan utama. Mulai dari kejelasan sertifikat LU1 dan LU2, perbaikan layanan dasar publik, kejelasan hak keperdataan, hingga audit utang sawit senilai Rp98 juta per kepala keluarga. “Lahan sudah kami olah, tapi kepastian hak belum kami pegang. Anak-anak kami juga harus menyeberangi banjir untuk sekolah,” ungkap Yeni.

Pemprov Sulteng mencatat sebanyak 100 bidang pekarangan telah bersertifikat, sementara 40 bidang LU1 sudah selesai dan 60 lainnya dalam proses. Untuk LU2, masih menunggu validasi dan alokasi anggaran. Pemerintah juga menyanggupi pembiayaan pengukuran tanah sebesar Rp50 juta tanpa membebani warga.

Di sektor pendidikan, PAUD yang dibangun sejak 2015 belum berfungsi optimal. Siswa kelas atas masih menumpang di SD Kancu’u. Pemerintah berjanji akan melakukan studi kelayakan untuk mendirikan sekolah mandiri.

Sementara itu, layanan kesehatan masih bersifat mobile, dengan bidan dari Puskesmas Taripa melayani warga seminggu sekali karena Poskesdes belum menjadi aset resmi daerah.

Pemerintah juga menjelaskan bahwa status pemekaran desa belum bisa dipenuhi karena terbentur syarat administratif dalam Permendagri No. 1/2017. Namun, Pemkab akan berkonsultasi dengan Kemendagri guna mencari skema khusus mengingat kawasan ini terbentuk sebelum regulasi tersebut terbit.

Terkait infrastruktur, pemerintah menegaskan tanggung jawab perusahaan dalam pembangunan dasar. Sementara terkait tapal batas, akan dibentuk tim khusus penyelesaian.

Pada pertemuan tersebut, CSR perusahaan sawit juga turut disorot. Perusahaan sendiri mengklaim telah menyerahkan lahan ke warga, namun belum dibarengi komitmen kemitraan maupun realisasi CSR yang nyata. Pemerintah mendesak agar korporasi tidak hanya mencari untung, tetapi juga hadir sebagai bagian dari solusi.

Dalam rapat tersebut, pihak perusahaan menyatakan komitmen untuk memperbaiki hal tersebut, termasuk keterlibatan dalam proses sertifikasi dan penyelesaian investasi sawit.

“Pemerintah tidak membela siapa pun, tapi berpihak pada keadilan. Kami hadir untuk melindungi masyarakat dan menjaga iklim investasi yang sehat dan adil,” tegas Wakil Bupati Poso, Soeharto Kandar, dalam keterangannya dikutip Rabu (28/5).

Pemerintah menekankan bahwa keterlibatan korporasi dalam pembangunan infrastruktur dasar merupakan bagian dari kewajiban, bukan kemurahan hati. Rapat diakhiri dengan kesepakatan menyusun berita acara sebagai dasar resmi langkah lanjut lintas sektor. Pemkab Poso, BPN, perusahaan, dan OPD akan menyusun roadmap penyelesaian bertahap dan transparan.

“Transmigrasi bukan sekadar relokasi penduduk, melainkan strategi memperkuat ketahanan nasional dan membangun pusat ekonomi baru berbasis keadilan sosial,” pungkas Eva Bande.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :