https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Saran Moeldoko Ini Sederhana, Tapi Dampaknya Luar Biasa

Saran Moeldoko Ini Sederhana, Tapi Dampaknya Luar Biasa

Kepala KSP, Dr. Moeldoko, saat memberikan arahan, kemarin. foto: Ist


Jakarta, elaeis.co - Kalau disimak sejenak, arahan sederhana Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko ini, dampaknya akan teramat dalam.�

Apalagi kalau dikaitkan dengan kondisi sekarang; harga pupuk selangit dan mandatory Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Saking tingginya harga pupuk kimia belakangan, mantan Panglima TNI ini minta agar semua petani beralih ke pupuk organik saja, toh, pupuk organik ini tak kalah hebat ketimbang pupuk kimia.

"Pupuk organik itu sangat bagus untuk sawit dan tanah kebun kita. Bahan bakunya ada di pabrik-pabrik kelapa sawit. Dengan begitu, kita enggak lagi ketergantungan dengan pupuk kimia," ujar lelaki 64 tahun ini saat menjamu Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Dr. Gulat Medali Emas Manurung dan Prof. Almasdi Syahza, bersama sejumlah pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di Bina Graha, kemarin.

Kepala Staf Presiden, Dr. Moeldoko. foto: Ist

"Tolong sampaikan salam saya kepada semua petani kelapa sawit dari Sabang sampai Merauke," pinta ayah dua anak ini, khusus kepada Gulat.�

Kalau dikaitkan dengan ISPO, permintaan Dr. Moeldoko supaya petani beralih ke pupuk organik, tentu sangat relevan.�

Sebab pupuk organik menjadi satu-satunya yang paling aman sebagai penjaga kesuburan biologi, kimia dan fisika tanah. Ini pulalah yang sebetulnya diminta oleh ISPO itu.�

Sementara kalau pakai pupuk kimia, misalnya Urea, 70% akan terbuang dalam bentuk nitrit dan CH4 (metana). Ini akan memicu gas rumah kaca.�

"Saat ini, yang sudah bersertifikat dan yang belum bersertifikat ISPO, masih sama-sama pakai pupuk kimia," ujar Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Dr. Tungkot Sipayung.�

Dan dosis pupuk kimia itu kata lelaki 56 tahun ini enggak pernah dibatasi lantaran dampak dan kemungkinan pencemaran enggak pernah diukur.�

"Siapa yang akan mengukur itu di kebun? Enggak ada. Apakah yang semacam ini bisa dibilang sustainable? Kalau ISPO menganut sustainable absolute, pencemaran oleh pupuk mustinya diukur. Kalau tak bisa diukur, maka harus dibikin relative, khususnya untuk petani," tegasnya.

Gulat sendiri sangat sepakat dengan apa yang dibilang Moeldoko tadi, terlebih jika dikaitkan dengan mandatory ISPO itu.�

"Kami akan segera jalankan apa yang diarahkan oleh Ketua Dewan Pembina kami. Toh bahan bakunya enggak sulit kok dan harganya lebih murah. Sudahlah murah, sangat ramah lingkungan pula," tinggal bagaimana BPDPKS menganggap ini menjadi sesuatu yang urgent dengan Program Sarpras (sarana prasarana)," kata Gulat kepada elaeis.co, tadi pagi. Kebetulan ayah dua anak ini sedang menuju Medan dari Jakarta.�

Belakangan, harga pupuk kata Gulat gila-gilaan dan ini menjadi rekor gila-gilaan sepanjang sejarah Indonesia.�

Pada dua bulan terakhir, pupuk �plat kuning� alias swasta naik 71,54% dan pupuk 'plat merah' 52,52%,. Ini baru di tingkat distributor.�

"Di pengecer pasti lebih mahal lagi 20-30%. NPK �plat merah� misalnya, di distributor Rp8.375 per kilogram, tapi di pengecer sudah Rp11 ribu hingga Rp12 ribu per kilogram atau Rp650 ribu per karung berisi 50 kilogram," Gulat merinci.


BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :