https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Samade Minta Jokowi Hargai Kontribusi Petani Sawit

Samade Minta Jokowi Hargai Kontribusi Petani Sawit

Potongan surat terbuka yang ditujukan DPP Samade kepada Presiden Jokowi. Foto: dok.


Jakarta, elaeis.co - Petani kelapa sawit yang tergabung dalam Asosiasi Sawitku Masa DepanKu (Samade) mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin, 16 Mei 2022. Isi surat tersebut berisikan keluhan belasan ribuan kepala keluarga berasal dari 11 provinsi sentra sawit dan meminta agar larangan ekspor CPO dan minyak goreng dicabut. 

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Samade, Tolen Ketalen, dalam surat itu mengatakan, 14 ribuan kepala keluarga petani kelapa sawit anggota Samade di Indonesia sudah tak lagi bisa membendung air mata melihat Tandan Buah Segar (TBS) sawit membusuk di dalam bak-bak truk pengangkut yang antri mengular lantaran pabrik sudah tidak mau lagi menerima TBS.

"Kami yakin saudara kami petani sawit swadaya lainnya yang tergabung di organisasi petani sawit lainnya, juga merasakan hal yang sama. Hanya bisa memandangi TBS yang perlahan membusuk, dan itu tidak hanya di bak-bak truk itu lagi, tapi sudah juga akan kami saksikan di pohon-pohon kelapa sawit di kebun kami. Sebab mau tak mau kami harus berhenti memanen sawit itu lantaran sudah tidak laku akibat dari larangan ekspor yang sejak tanggal 28 April 2022 lalu," tuturnya. 

Di surat itu dia mengingatkan Jokowi bahwa dari total 16,38 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia, 42% diantaranya adalah kebun petani. "Itu berarti, apapun kebijakan yang dibuat oleh negara terkait kelapa sawit, pasti akan berdampak kepada kami," katanya.

Menurut Tolen, selama ini petani sudah sangat sabar menghadapi kenyataan. Harga pupuk naik hingga 300%, pungutan ekspor (PE) membengkak hingga 500%, petani diam saja.

"Kebun-kebun kami ujuk-ujuk diklaim masuk dalam kawasan hutan, dan kami kemudian tidak bisa menikmati Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang duitnya notabene dari hasil PE, kami juga diam," sambungnya. 

Pun, ketika uang PE kemudian dipakai untuk menyubsidi bahan bakar mesin-mesin diesel dalam program B30, petani diam saja. Katanya, sepanjang masih bisa menahankan meski beban yang dibebankan terasa sangat berat, petani tidak pernah dan memang tidak mau usil dan mengeluh.

"Sebab kami sudah terbiasa hidup mandiri, sesakit apapun itu. Kondisi hidup kami membaik tanpa kami harus menadahkan tangan kepada pemerintah," ujarnya.

"Seharusnya Bapak bangga kepada kami, kepada rakyat yang bermental petarung ini, rakyat yang telah memberikan devisa hingga 42% dari Rp510 triliun total devisa pada 2021, juga 42% dari total Rp156 triliun Bea Keluar (BK) dan PE yang ada," imbuhnya.

Dia sangat menyesali kebijaka Jokowi yang mengorbankan petani hanya gara-gara menterinya tidak becus mengurusi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.

"Bapak korbankan kami dengan membuat keputusan yang bagi kami teramat sadis; menyetop ekspor RBDP Oil, RBDP Olein dan CPO. Kami mengatakan begitu lantaran bapak telah memutus rantai perdagangan TBS kami tanpa bapak terlebih dahulu menyiapkan solusi alternatif agar TBS kami tetap laku dengan harga yang sedang berlaku saat itu. Yang kami dengar, lagi-lagi menurut Bapak demi kepentingan rakyat," kritiknya.

Dia mengingatkan lagi bahwa efek tak lakunya hasil panen petani sangat panjang. Anak-anak petani terancam tidak bisa membayar uang sekolah, buruh-buruh panen hanya bisa duduk merenung karena kehilangan pekerjaan, dan tanaman sawit akan rusak lantaran buahnya tidak dipanen.

"Siapa sesungguhnya yang dipentingkan itu, rakyat mana yang Bapak prioritaskan? Apakah kami bukan rakyat Bapak? Pun sudah begini keadaan kami, kami tidak pernah berniat membuat negara ini heboh dengan berdemo besar-besaran, kami tetap menjagakan agar negeri tercinta ini aman dan tenteram. Ini pertanda bahwa kami teramat cinta kepada negeri ini," tukasnya.

Dan atas dasar itulah dia dan para petani lainnya meminta dengan hormat agar Jokowi segera membuka kembali keran ekspor CPO.

"Namun bila kami masih harus terus merasakan derita ini sampai kami kelak mati, kami hanya bisa pasrah. Ini akan menjadi sejarah baru, bahwa oleh kebijakan yang Bapak lakukan, migor ternyata tetap saja mahal dan kami harus membayar dengan sangat mahal kebijakan yang Bapak buat itu," tutupnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :