Berita / Lingkungan /
Selain Menyediakan Kafan dan Kenduri
Rp250 Juta Denda Menebang Sebatang Pohon Ini
Menumbai madu pohon Sialang di Pelalawan. Foto: Bertuahtv
Pekanbaru, elaeis.co - Lelaki 34 tahun itu hanya bisa menarik napas panjang saat menengok sejumlah pohon Sialang di Rimba Kepungan Sialang Ampaian Todung Desa Kesuma Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan, Riau, dua bulan lalu.�
Salah satu pohon tempat lebah bersarang yang terakhir dia panjat pada September tahun lalu itu, sudah rebah di tanah.�
"Waktu itu saya dapat 15 kilogram dari dua sarang lebah yang saya dapat di pohon Sesonduk yang saya panjat itu," cerita Amir.�
Kebetulan Amir bersama pengurus Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Pelalawan bersama Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) datang ke Ampaian Todung itu menengok pohon-pohon yang disebut ditebangi oleh anak perusahaan Asia Pulp and Paper (APP); PT Arara Abadi.�
Dalam siaran pers yang dilayangkan Jikalahari dua hari lalu, Batin Hitam Sungai Modang menyebut kalau dulunya di Rimba Kepungan Sialang itu ada 27 pohon sialang yang sudah berumur ratusan tahun.�
Jenisnya macam-macam. Mulai dari kayu Kompe, Kulim, Keruing hingga Sesonduk tadi. Tapi dari hasil tinjau lapangan dua bulan lalu itu, pohon Sialang itu cuma tersisa 4 batang.�
Saban tahun, ada sekitar 1 ton madu hasil dua kali panen, yang bisa didapat anak kemanakan Batin dari Rimba Kepungan Sialang itu.
Lantaran pohon Sialang mereka ditebang perusahaan, LAMR Pelalawan pun langsung membikin Fatwa Adat Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pelestarian Pohon Sialang dan Rimba Kepungan Sialang.
Di Fatwa itu disebutkan bahwa Rimba Kepungan Sialang atau Kepungan Sialang adalah kawasan hutan yang berisi satu atau lebih jenis kayu Sialang atau kayu-kayu yang dihinggapi oleh lebah secara permanen serta dijadikan tempat bersarang dan memproduksi madu.
Pohon Sialang dan Rimba Kepungan Sialang wajib dijaga secara baik karena memiliki posisi penting; selain sebagai sumber ekonomi dan penghidupan, juga aset penting yang menjadi simbol tuah, marwah dan kebesaran adat pemiliknya secara turun-temurun.
Juga merupakan bagian dari khazanah peradaban masyarakat adat Kabupaten Pelalawan secara keseluruhan.
Barang siapa yang merusak yang merusak pohon Sialang dan tidak mampu mengembalikan keberadaan dan keadaan pohon Sialang seperti semula, wajib diganti dengan denda adat:
1. Mengganti kerugian material, immaterial serta kerugian moral dengan uang pengganti Rp100 juta perpohon
2. Menyelenggarakan kenduri adat dengan menyembelih satu ekor kambing ditambah
sepuluh gantang beras dan rempah-rempah atau bumbu masakan, yang dimakan bersama-sama
anakkemanakan dan masyarakat setempat.
Bagi yang menumbang dan tidak mampu mengembalikan keberadaan dan keadaan pohon Sialang seperti semula, wajib mematuhi denda adat:
1. Mengkafankan pohon Sialang dari pangkal sampai pucuk dan dikuburkan layaknya manusia.
2. Mengganti kerugian material, kerugian immaterial serta kerugian moral dengan uang pengganti Rp250 juta perpohon.
3. Menyelenggarakan kenduri adat dengan menyembelih satu ekor kerbau ditambah 30�gantang beras dan rempah-rempah atau bumbu masakan, yang dimakan bersama-sama anakkemanakan dan masyarakat setempat.
"Fatwa itu menegaskan kalau korporasi semacam APP dan April Group yang paling sering menebang pohon�Sialang wajib memenuhi denda adat itu," Koordinator Jikalahari, Made Ali menegaskan.
Selain APP kata Made, setidaknya ada 32 korporasi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berada di areal seluas 518 ribu hektar lebih, juga harus membayar denda.�
Oleh terbitnya Fatwa itu pula kata Made, Jikalahari mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya segera merevisi Peraturan Menteri LHK No P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis�Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi untuk memasukan pohon Sialang dan pohon-pohon yang�dilindungi oleh masyarakat adat.
"Sebab dalam Permen itu belum ada pohon Sialang masuk dalam jenis tumbuhan yang dilindungi. Itulah makanya kenapa korporasi HTI seenaknya menebang pohon Sialang itu," rutuk Made.
�







Komentar Via Facebook :