Berita / Nasional /
Riset UI: Mandatori B50 2026 Bikin Hemat Impor Solar, Ekspor Sawit Terancam
Jakarta, elaeis.co – Pusat Penelitian Pranata Pembangunan Universitas Indonesia (Pranata UI) merilis kajian terbaru terkait kebijakan mandatori biodiesel 50% (B50) yang rencananya diterapkan mulai 2026.
Studi ini menyoroti peluang besar penghematan devisa impor solar, namun juga menimbulkan risiko bagi ekspor minyak sawit dan keseimbangan ekonomi nasional.
Dalam kajian berjudul Produksi Sawit, Dinamika Pasar, serta Keseimbangan Biodiesel di Indonesia, Pranata UI memperkirakan implementasi B50 dapat menghemat devisa hingga Rp 172,35 triliun.
Namun, di sisi lain, ekspor minyak sawit diprediksi turun hingga Rp 190,5 triliun, yang berpotensi memengaruhi neraca perdagangan dan surplus devisa negara.
“Selain penghematan devisa, kenaikan B50 juga berpotensi menaikkan harga minyak goreng dan menurunkan harga tandan buah segar (TBS) sawit bagi petani,” kata Surjadi, peneliti Pranata UI, saat memaparkan hasil kajian di Jakarta, Jumat (17/10).
Pranata UI menekankan pentingnya kebijakan biodiesel yang fleksibel, adaptif, dan berbasis data ilmiah, agar B50 bisa menyeimbangkan kebutuhan domestik, ekspor, dan kesejahteraan petani sawit.
“Kebijakan ini harus dijalankan secara cermat agar tidak mengganggu kebutuhan energi, pangan, dan pendapatan petani,” tambah Surjadi.
Indonesia saat ini adalah produsen dan konsumen CPO terbesar di dunia. Namun, implementasi B50 membutuhkan peningkatan kapasitas produksi minyak sawit nasional sekitar 59 juta ton per tahun. Jika pasokan tidak meningkat, mandatori B50 berisiko mengganggu stabilitas ekspor dan daya saing produk sawit di pasar internasional.
Kajian Pranata UI juga menunjukkan bahwa B50 dapat menekan ekspor, sehingga memengaruhi neraca perdagangan dan stabilitas nilai tukar rupiah. Kenaikan harga CPO di pasar global juga menjadi perhatian, karena minyak sawit bisa lebih mahal dibanding minyak nabati lain.
Selain itu, penerapan B50 berpotensi menaikkan harga minyak goreng domestik hingga 9% dan menimbulkan beban fiskal baru karena subsidi yang meningkat.
Hal ini menegaskan bahwa kebijakan B50 bukan hanya soal menghemat impor solar, tetapi juga soal menjaga keseimbangan ekonomi dan sosial.
Kajian ini menjadi rujukan penting bagi pemerintah dalam merumuskan strategi mandatori B50 agar memberi manfaat maksimal bagi negara, industri, dan petani sawit, sekaligus meminimalkan risiko bagi ekspor dan harga pasar.







Komentar Via Facebook :