https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Revisi PP 24/2021 Berlaku, Satgas PKH Fokus Tagih Denda Sawit di Kawasan Hutan

Revisi PP 24/2021 Berlaku, Satgas PKH Fokus Tagih Denda Sawit di Kawasan Hutan

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah. Dok.Istimewa


Jakarta, elaeis.co - Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) memastikan langkah tegasnya usai terbitnya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021. Fokus utama Satgas kini beralih pada penagihan denda administratif terhadap perusahaan yang kedapatan menanam kelapa sawit maupun membuka tambang secara ilegal di kawasan hutan negara.

Ketua Pelaksana Satgas PKH yang juga Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, menyampaikan penegasan tersebut dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/9).

“Bagaimana penanganannya, nanti tarik dendanya kepada beberapa pelaku usaha yang kebunnya telah kami kuasai kembali, akan kami lakukan penagihan,” tegas Febrie.

Menurutnya, langkah itu diambil setelah Satgas PKH menerima salinan perubahan PP tersebut. Tahapan berikutnya adalah menghitung nilai denda secara rinci, lalu menagihnya kepada perusahaan yang lahan sawit maupun tambangnya telah diambil kembali negara.

Dengan berlakunya revisi PP 24/2021, fokus Satgas kini bukan hanya pada penertiban fisik, tetapi juga memastikan negara tidak merugi akibat eksploitasi ilegal. Denda yang akan ditarik dari perusahaan perkebunan sawit maupun tambang diproyeksikan masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak, sehingga memperkuat kas negara.

“Setelah lahan dikuasai kembali, tidak cukup hanya berhenti di situ. Negara harus mendapatkan kompensasi dari kerusakan dan kerugian akibat aktivitas ilegal tersebut,” ujar Febrie.

Langkah ini diharapkan memberi efek jera kepada perusahaan yang nekat merambah hutan tanpa izin, sekaligus menjadi momentum mempertegas komitmen pemerintah dalam melindungi kawasan hutan negara.

Revisi PP 24/2021 ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 10 September 2025. Aturan ini secara khusus mengatur tata cara pengenaan sanksi administratif, sekaligus menetapkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bersumber dari denda administratif bidang kehutanan.

Keberadaan regulasi ini memperkuat dasar hukum kerja Satgas PKH, yang sebelumnya dibentuk lewat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan pada 21 Januari 2025. Dengan landasan hukum yang lebih jelas, Satgas tidak hanya bisa mengambil alih lahan ilegal, tetapi juga memastikan negara memperoleh ganti rugi berupa denda dari para pelaku usaha.

Sejak mulai bekerja awal tahun ini, Satgas PKH mencatat capaian signifikan. Hingga Agustus 2025, sebanyak 3.325.133,20 hektare lahan hutan negara yang sebelumnya disulap menjadi kebun sawit ilegal berhasil dikuasai kembali.

Selain sawit, Satgas juga menindak tegas praktik pertambangan ilegal. Data menunjukkan terdapat 4.265.376,32 hektare lahan tambang yang beroperasi tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Dari total itu, sejak penertiban dimulai pada 1 September 2025, Satgas sudah menguasai kembali 321,07 hektare lahan tambang ilegal.

Tak hanya itu, Satgas PKH sebelumnya juga telah menyerahkan 674.178 hektare lahan kawasan hutan kepada PT Agrinas sebagai bagian dari pengelolaan kembali aset negara.

Langkah ini diharapkan memberi efek jera kepada perusahaan yang nekat merambah hutan tanpa izin, sekaligus menjadi momentum mempertegas komitmen pemerintah dalam melindungi kawasan hutan negara.

Dengan strategi penertiban plus penagihan denda, Satgas PKH ingin memastikan hutan negara kembali lestari, sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi penerimaan negara.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :