CLOSE ADS
CLOSE ADS
Berita / Nusantara /

Revisi Permentan 01/2018 kembali Disuarakan di Depan Stakeholder Sawit

Revisi Permentan 01/2018 kembali Disuarakan di Depan Stakeholder Sawit

Ketua Umum APKASINDO Gulat Manurung (pakai topi).


Yogyakarta, elaeis.co – Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr Gulat Medali Emas Manurung kembali mengungkapkan keluhan para petani sawit mitra. Lagi-lagi, ini mengenai harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang jauh dari penetapan pemerintah. 

Keluhan itu diungkapkannya di sela-sela acara lunch Palm Oil Chief Oganization Officer Forum (COO Forum) and Palm Oil Human Capital Association Forum (HCA Forum), Forum Sawit Indonesia (FoSI) 2022, yang diselenggarakan oleh Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta.

Di acara itu, Gulat Manurung langsung bertemu dan berdiskusi dengan Direktur Operasional Holding Perkebunan Nusantara, Desmanto dan Dr Witjaksana Darmosarkoro selaku Director of Sustainability and Development of Smallholders, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC). 

Kepada kedua orang penting di industri sawit ini, Gulat memaparkan kondisi petani sawit pasca dicabutnya larangan ekspor, terkhusus harga TBS yang diterima para petani sawit non-mitra atau petani swadaya. 

Dia mengatakan bahwa masih terjadi perbedaan yang cukup jauh antara harga TBS yang diterima petani non-mitra dengan petani mitra. Hal ini, kata dia, lantaran regulasi yang ada saat ini hanya mengakomodir harga untuk petani mitra saja, tetapi tidak untuk petani swadaya yang bahkan jumlahnya 93 persen. 

"Jumlah Petani swadaya ini tidak main-main, yaitu 93 persen dari total luas perkebunan sawit rakyat yang luasannya mencapai 6,87 juta hektar. Jadi kalau kita bicara keberlanjutan akan hampa jika harga TBS petani swadaya masih seperti saat ini," kata Gulat. 

Oleh sebab itu, lagi-lagi Gulat meminta agar Permentan 01 Tahun 2018 yang mengatur tentang harga TBS di Indonesia itu untuk sesegera mungkin direvisi karena dinilai hanya melindungi petani mitra. 

"Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN tidak boleh tutup mata dan tutup telinga akan kondisi ini. Harus gerak cepat merespon protes 17 juta petani sawit dan pekerja sawit. Ya sebelum terlambat," ujarnya. 

Menurutnya, penyelesaiannya persoalan harga TBS ini juga berhubungan erat dengan Holding Perkebunan Nusantara  dan CPOPC.  

"Ya jelas, karena KPBN (Kantor Pemasaran Bersama Nusantara) itu berada dibawah Holding Perkebunan Nusantara III dan CPOPC adalah persatuan negara-negara penghasil minyak kelapa sawit yang mana petani sawit adalah bagian penting dari CPOPC," kata dia. 

"Jadi jika tender KPBN tidak kompetitif, maka petani sawit swadaya sangat terdampak dan dirugikan, karena hasil tender pasti berlomba turun, akibatnya harga tender CPO pasti muter-muter disitu. Saya berpendapat bahwa tender di KPBN supaya dikawal APH, karena ini terkait ke nasib ekonomi belasan juta rumah tangga petani sawit," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :