https://www.elaeis.co

Berita / Sulawesi /

Rencana Aksi Sawit Berkelanjutan di Bombana Diuji Publik

Rencana Aksi Sawit Berkelanjutan di Bombana Diuji Publik

Pj Bupati Bombana Edy Suharmanto (tengah) saat memimpin uji publik dokumen RAD KSB. foto: Diskominfos


Kasipute, elaeis.co - Pemerintah Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, melalui Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Bombana menggelar rapat konsultasi publik untuk penyusunan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD KSB) tahun 2024-2028 di ruang rapat Kantor Bupati Bombana. Rapat ini dibuka langsung oleh Pejabat Bupati Bombana, Edy Suharmanto, sebagai langkah strategis untuk mendorong pengembangan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan.

Potensi pengembangan perkebunan dengan nilai ekonomi tinggi terus diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Bombana. Setelah kawasan perkebunan tebu berkembang sudah dilengkapi dengan pabrik gula, muncul lagi ide-ide baru untuk memberikan kesempatan terhadap hadirnya pengembagan perkebunan kelapa sawit dengan kawasan yang luas. Syaratnya, harus taat pada lingkungan yang lestari.

Rencana mengembangkan perkebunan kelapa sawit ini akan dilakukan secara berkelanjutan. Bombana memproyeksikan diri sebagai pionir penggerak kabupaten lestari secara nasional. Demi menyiapkan semua hal yang terkait dengan rencana ini, Pemkab Bombana menggelar uji publik dokumen RAD KSB.

Uji publik itu menghadirkan unsur pemerintah daerah, akademisi dari Politeknik Bombana, Badan Pertanahan Nasional Bombana, PT Gunung Andalan Sukses (GAS), perusahaan kelapa sawit yang berpusat di Toari, Poleang Barat, dan para petani sawit.

Pj Bupati Bombana, Edy Suharmanto dalam penjelasannya menyebutkan bahwa RAD KSB merupakan cetak biru pengolahan kelapa sawit untuk tahun 2024 – 2028. "Dalam dokumen ini mencantumkan program dan kegiatan serta penanggungjawab aksinya," jelasnya dalam keterangan resmi Diskominfos Bombana dikutip elaeis.co Ahad (29/12).

“RAD KSB ini harus disusun secara bertanggung jawab dan komprehensif karena akan menjadi rujukan kita dalam pengembangan kelapa sawit berkelanjutan,” sambungnya.

Edy menambahkan, kelapa sawit berkelanjutan merupakan metode perkebunan yang dikembangkan dengan menyinergikan unsur people, planet posperity, peace dan partnership. "Prinsip berkelanjutan ini memertimbangkan aspek ekonomi, sosial budaya dan ekologi," terangnya.

Pejabat di Kementerian Dalam Negeri ini juga menyebutkan bahwa sejauh ini surat tanda daftar budidaya (STDB) sudah diterbitkan untuk luas areal kelapa sawit di Kabupaten Bombana mencapai 447 hektar yang dikelola oleh 442 petani. Dalam RAD KSB ini, dicantumkan bahwa rencana perluasan berdasarkan data calon petani serta calon lahan perkebunan sawit diproyeksikan sampai sekitar 1.000 hektar lagi.

Rencana aksi daerah Bombana akan terintegrasi dengan pembangunan nasional. Setelah melalui forum konsultasi dan uji publik, dokumen ini juga akan ditetapkan menjadi peraturan Bupati Bombana. “Sehingga akan lebih memperkuat komitmen tinggi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan dan menjadikan Bombana sebagai pionir dalam menggerakan kabupaten lestari di Indonesia,” tukasnya.

Penyusunan RAD KSB didukung oleh Dana Bagi Hasil (DBH) kelapa sawit yang diterima Kabupaten Bombana pada tahun 2024. Dengan alokasi anggaran yang cukup, pemerintah berharap implementasi program ini dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. “Tidak hanya sekadar peraturan, tindak lanjutnya harus nyata,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bombana, Sarif menyebutkan, konsultasi publik merupakan tahapan wajib dalam proses penyusunan RAD KSB. “Kami menghimpun pendapat dan masukan dari berbagai pihak, termasuk camat dan petani sawit, untuk memastikan rencana aksi ini mencerminkan kebutuhan dan potensi pengembangan kelapa sawit di Bombana,” ujarnya.

Menurutnya, animo masyarakat cukup tinggi untuk ikut mengembangkan komoditas kelapa sawit. Apalagi Bombana telah memiliki pabrik pengolahan sawit menjadi minyak sawit mentah (CPO) yang menjadi aset penting dalam mendukung program ketahanan pangan nasional.

“Hanya saja, kendala yang ditemui saat ini adalah harga bibit yang terbilang mahal. Harga bibit sawit sudah sampai Rp 50 ribu per kilogram. Petani kita kesulitan untuk membeli dalam jumlah besar,” ungkapnya.

Selain itu, para petani juga dihadapkan pada masalah konflik lahan perkebunan sawit yang sebagian ikut masuk ke dalam kawasan hutan. Hal itu menghambat publikasi STDB oleh pemerintah daerah karena dokumen itu hanya bisa diberikan kepada petani yang lahannya berstatus clean and clear.

“Persoalan status lahan nanti akan dikonsultasikan ke kementerian terkait supaya semuanya diperjelas. Mengenai bibit sawitnya, mungkin dicarikan skema agar bisa diintervensi juga melalui dana desa,” imbuhnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :