Berita / Nasional /
Regulasi Ekspor CPO Diminta Diperbaiki, Apa Kurangnya?
Ketua BAKN Wahyu Sanjaya saat memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja BAKN DPR RI di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Foto: Parlementaria/Bianca/nvl
Jakarta, elaeis.co - Bea keluar mengalami peningkatan yang begitu tinggi sebagai dampak dari naiknya harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Namun kondisi itu tidak serta merta mendatangkan manfaat bagi negara.
Itu sebabnya Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Wahyu Sanjaya, mengatakan, harus ada perbaikan regulasi terkait dengan ekspor CPO.
Hal tersebut disampaikan politisi Partai Demokrat itu usai memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja BAKN DPR RI dengan jajaran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I dalam rangka penelaahan BAKN DPR RI terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait Kepabeanan dan Cukai, di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (30/8/2022).
"Kita sudah melihat bahwasannya ada hal yang menarik, terutama terkait bea keluar. Di mana kita lihat ada peningkatan yang luar biasa tinggi, hampir 1.000 persen malahan. Nah, kita lihat di sini bahwasanya kenaikan bea keluar ini adalah dampak dari naiknya harga CPO, harga minyak kelapa sawit," jelas Wahyu lewat keterangan resmi Setjen DPR RI, Rabu (31/8).
Perbaikan regulasi tersebut, lanjut Wahyu, agar nantinya ekspor CPO dapat memberikan manfaat lebih bagi negara.
"Karena pada harga tertentu, negara tidak menerima manfaat darin ekspor CPO ini. Jadi kita berharap ke depannya berapapun harga CPO, pemerintah republik ini harus ada terima manfaat. Jadi kalau misalnya harga naik, kita dapat windfall atau durian runtuh. Tetapi pada harga dasar, kita juga bisa menerima manfaat," jelasnya.
Lebih lanjut dalam kunjungan tersebut, BAKN DPR RI juga mendalami mengenai penerimaan cukai hasil tembakau yang cukup besar bagi negara serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kegiatan ekspor dan impor khususnya di Pelabuhan Tanjung Perak. Sehingga nantinya BAKN dapat mempertajam temuan-temuan yang ada dan mendapatkan kesimpulan yang memberikan kontribusi yang lebih baik lagi bagi negara.
"Kalau pita cukai kan kita mendalami apa yang sudah kita kejar selama ini. Mudah-mudahan dengan ini kita bisa segera memutuskan kira-kira perbaikan apa yang perlu dilakukan agar ke depannya bisa mendapatkan pendapatan yang lebih baik dan lebih besar untuk negara," harap Wahyu.
Penerimaan kepabeanan dan cukai dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2022 dijelaskan bahwa pada periode 2017-2019 penerimaan kepabeanan dan cukai mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,3 persen. Sedangkan pada 2020 dampak pandemi memberikan tekanan sehingga kepabeanan dan cukai mengalami kontraksi sebesar 0,2 persen. Adapun pada RAPBN 2022 tercatat sebesar Rp244 triliun.







Komentar Via Facebook :