https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Pupuk Mahal? Begini Cara Petani ini Menyiasatinya

Pupuk Mahal? Begini Cara Petani ini Menyiasatinya

Ilustrasi pemupukan kebun sawit (Dok./Mreza Uyu)


Pangkalpinang, Elaeis.co - Harga pupuk non subsidi semakin mahal dan langka. Banyak yang mengeluh, namun ada juga petani yang bersyukur karena di saat yang sama harga tandan buah segar (TBS) sawit juga terus naik.

"Masih bisalah beli pupuk dari hasil jual TBS," kata Indra Sanjaya, Ketua DPW Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Provinsi Bangka Belitung (Babel), kepada Elaeis.co, Rabu (10/11/2021) sore.

Ia tak menyebutkan berapa luas kebun sawitnya. Namun bila digabung dengan lahan milik keluarga, Indra memastikan keuntungan yang diperoleh dari penjualan TBS masih bisa menopang pembelian pupuk.

"Tapi kalau yang KCL kayaknya belum kita beli, karena satu zak saja Rp 560.000. Lagi pula saya jarang pakai KCL" kata Indra.

Sekadar informasi, pupuk KCL atau kalium klorida merupakan pupuk buatan yang memiliki kandungan unsur hara kalium tinggi, yakni 60 persen. Karena harganya yang tinggi, Indra memutuskan untuk mengalihkan dana pembelian KCL ke pupuk lain yakni dolomit dan fosfat yang masih bisa dijangkau.

"Satu zak dolomit harga gudang Rp 40.000, tapi kalau di kampung jadi Rp 50.000," sebut warga Desa Bedegung, Kabupaten Bangka Selatan ini.

Usai memberikan pupuk dolomit, setengah bulan kemudian Indra akan menggunakan pupuk fosfat yang saat ini harganya berkisar Rp 160.000 per zak.

"Tiga bulan lalu harga fosfat masih Rp 100.000-an, sekarang sudah Rp 160.000," ujarnya.

Indra tak perlu repot menjemput karena pihak distributor mengantarkan pesanan pupuk dolomit dan fosfat ke kebunnya.

"Saya sudah belanja kedua pupuk itu sebanyak Rp 33 juta. Itu untuk keperluan perawatan kebun sawit saya dan keluarga besar saya. Perawatan kami lakukan tiga bulan sekali agar menghasilkan TBS berkualitas baik," tegasnya. 


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :