https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Profesor BRIN Ingatkan, Konversi Hutan Jadi Kebun Sawit Bisa Ubah Iklim Mikro

Profesor BRIN Ingatkan, Konversi Hutan Jadi Kebun Sawit Bisa Ubah Iklim Mikro

Jurnal yang mempublikasikan hasil penelitian iklim di Kalimantan. Foto: ist.


Jakarta, elaeis.co – Ajakan Presiden Prabowo Subianto menambah lahan sawit untuk mewujudkan swasembada pangan dan kemandirian energi memantik beragam respon. Tidak hanya kalangan pengusaha dan pegiat lingkungan, akademisi dan peneliti juga ikut mengomentari pernyataan presiden itu.

Salah satunya Prof Dr Erma Yulihastin, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Klimatologis pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN ini mengingatkan, konversi atau alih fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit dapat mengubah iklim mikro secara signifikan. Pernyataan ini didasarkan pada hasil riset di Borneo (Kalimantan) yang menunjukkan suhu udara di perkebunan kelapa sawit naik jadi 6,6 0C lebih tinggi dibandingkan suhu udara di hutan.

“Jelas ini memperparah perubahan iklim!” tulisnya di akun X dikutip elaeis.co Rabu (15/1).

Hasil riset yang dimaksud Erma telah dipublikasikan di jurnal Meteorologi Pertanian dan Kehutanan (Agricultural and Forest Meteorology) vol. 201 halaman 187-195 yang dipublikasi pada 15 Februari 2015. Tulisan berjudul ‘The relationship between leaf area index and microclimate in tropical forest and oil palm plantation: Forest disturbance drives changes in microclimate’ itu ditulis oleh 6 peneliti yang berasal dari Imperial College London, University Museum of Zoology Cambridge, dan Forest Research Centre. Masing-masing Stephen R Hardwick, Ralf Toumi, Marlon Pfeifer, Edgar C Turner, Reuben Nilus, dan Robert M Ewers.

Penelitian dilakukan di berbagai macam penggunaan lahan di Kalimantan. Mulai dari hutan hujan tropis, hutan bekas pembalakan, dan perkebunan kelapa sawit. Riset dilakukan dengan menganalisis hubungan antara leaf area index (LAI) dengan 5 variabel iklim di hutan, yaitu suhu udara, kelembaban relatif, defisit tekanan uap, kelembaban spesifik, dan temperatur tanah.

Hasilnya, hutan tropis primer ditemukan 2,5 °C lebih dingin daripada hutan bekas tebangan. Hutan primer juga 6,5 °C lebih dingin daripada perkebunan kelapa sawit.

Enam peneliti itu setuju jika pengalihan hutan menjadi lahan sawit adalah ancaman besar bagi keanekaragaman hayati. "Perubahan tata guna lahan merupakan ancaman utama bagi biodiversiti," demikian kutipan dari hasil penelitian tersebut.

Berdasarkan penelitian itu, menurut Erma, tidak hanya suhu udara, ada 4 variable iklim lainnya yang juga berubah akibat alih fungsi hutan menjadi kebun sawit. Dan perubahan iklim lokal ini terjadi pada siklus diurnal atau dalam 24 jam yang sudah pasti mempengaruhi cuaca harian,” tandasnya.

Sejumlah netizen mengomentari cuitan Erma ini. Salah satunya akun Institute for Essential Services Reform yang menilai sawit sulit disebut energi berkelanjutan kalau masih merusak lingkungan. “Itulah kenapa perlu langkah-langkah agar biofuel seperti B40 lebih efektif & ramah lingkungan seperti diversifikasi bahan baku, kurangi ketergantungan pada sawit, dukung biofuel generasi baru lewat insentif & penelitian, pastikan keberlanjutan dengan sertifikasi seperti ISPO,” komentarnya.

Akun lain dengan nama panggilan super gambles berkomentar “Jelas nggak akan didengar @prabowo”.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :