Berita / Sulawesi /
Produktivitas Sawit Rendah Karena Dua Faktor ini
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Luwu Timur, Muchtar
Malili, elaeis.co – Kelapa sawit menjadi satu dari tiga komoditas utama perkebunan yang diusahakan masyarakat di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Luwu Timur, Muchtar, mengungkapkan, sebenarnya ada delapan komoditas yang diurus di subsektor perkebunan.
“Masing-masing kakao, lada, kelapa sawit, cengkeh, kelapa dalam, kopi, pala, dan sagu,” jelas Muchtar dalam keterangan resmi Dinas Kominfo-SP Luwu Timur, kemarin.
Sagu, katanya, merupakan makanan pokok tapi dimasukkan ke subsektor perkebunan. “Jadi, di perkebunan itu ada istilah tanaman tahunan dan penyegar, diantaranya kopi dan pala. Ada juga semusim dan rempah, misalnya nilam dan lada,” bebernya.
Dia melanjutkan, dari 8 tanaman ini, ada 3 yang masuk komoditas strategis sejak awal penyusunan visi misi Luwu Timur.
“Yakni kakao, lada, dan kelapa sawit. Dan memang secara faktual di lapangan, ketiga komoditas inilah yang sudah diusahakan dalam jumlah yang luas sekali sebelum Luwu Timur terbentuk,” bebernya.
Ia pun merincikan, kelapa sawit merupakan tanaman industri besar dan sekarang di sudah ada 4 pabrik kelapa sawit (PKS) di Luwu Timur. “Sudah sangat ideal untuk meng-cover produksi sawit yang ada di Luwu Timur,” tukasnya.
Dari sisi potensi, sambungnya, luas kebun kelapa sawit plasma masyarakat saat ini sudah mencapai lebih 8.600 hektare.
“Sampai dengan laporan per Juli 2022, kami mencatat produktivitas kelapa sawit 14,53 ton per hektare per tahun. Sebetulnya ini di bawah dari produktivitas standar. Kalau secara standar, berdasarkan kemampuan atau potensi sawit itu sendiri, bisa di angka 25-30 ton per hektare per tahun,” sebutnya.
“Di wilayah Luwu Timur ini, berdasarkan informasi dari manager PTPN di Burau, kebunnya di Tarengge sudah di angka 28 ton per hektare per tahun. Sedangkan masyarakat kita baru 14 ton per hektare per tahun,” imbuhnya.
Adapun faktor yang mempengaruhi rendahnya produktivitas tersebut, katanya, disamping adanya peremajaan kelapa sawit yang sedang berlangsung, juga akibat praktik budidaya yang kurang baik.
“Petani kita sebetulnya tidak optimal, diawali dengan pemilihan bibit yang kurang tepat. Selain itu juga dipengaruhi faktor pemupukan. Jadi, untuk kelapa sawit, 2 faktor tersebut sangat berpengaruh. Pemilihan bibit dari awal dan pemberian pupuk, makanya sekarang tercatat produktivitas baru 14 ton,” tandasnya.






Komentar Via Facebook :