Berita / Nasional /
Produksi CPO Stagnan, Gapki Ingatkan Dampak ke Biodiesel B50
 
                Pekerja memanen sawit. foto: Ditjenbun
Jakarta, elaeis.co – Industri kelapa sawit Indonesia menghadapi tantangan serius menjelang rencana implementasi biodiesel B50 pada tahun 2026. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperingatkan bahwa produksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang stagnan berpotensi menghambat realisasi target energi terbarukan nasional tersebut.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menyampaikan kekhawatirannya terhadap tren penurunan setoran Pungutan Ekspor (PE) CPO yang menjadi sumber utama pembiayaan program mandatori biodiesel melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
“Kalau produksi tidak meningkat, maka pungutan ekspor juga makin kecil. Padahal insentif biodiesel B50 sangat bergantung pada dana tersebut,” kata Eddy saat dihubungi, Rabu (30/7).
Ia menekankan bahwa stagnasi produksi berdampak ganda. Di satu sisi, pasokan CPO domestik berkurang, yang berimbas pada kemampuan penyediaan bahan baku biodiesel. Di sisi lain, suplai global yang tak mencukupi akan mendorong harga CPO naik, diperkirakan di kisaran US$1.000–US$1.100 per ton tahun depan.
“Dengan suplai ke dunia yang kurang, harga minyak nabati dunia termasuk minyak sawit akan meningkat. Kalau harga CPO lebih tinggi dari minyak nabati lain, negara pengimpor bisa beralih,” ujarnya.
Kondisi ini bisa menggerus ekspor CPO Indonesia, yang secara tidak langsung juga memangkas potensi pemasukan PE. Tanpa dana yang cukup, BPDP akan kesulitan menanggung selisih harga untuk insentif biodiesel, yang selama ini jadi tulang punggung keberlanjutan program energi baru terbarukan berbasis sawit.
Gapki menilai solusi jangka pendek maupun jangka panjang harus diarahkan pada peningkatan produksi. “Satu-satunya jalan adalah produksi harus mencukupi. Karena ini berkaitan dengan bahan baku yang sangat mendasar,” tegas Eddy.
Ia juga mengingatkan bahwa program B50 bukan hanya kebijakan energi, melainkan bagian dari komitmen Indonesia dalam transisi energi hijau dan pengurangan emisi karbon. Namun tanpa pasokan bahan baku yang kuat, target ambisius ini bisa tergelincir.
Biodiesel B50 sendiri merupakan campuran 50 persen biodiesel berbasis CPO dengan 50 persen solar murni, yang ditargetkan diterapkan secara nasional pada 2026. Implementasi program ini memerlukan volume CPO yang signifikan, serta dukungan dana yang stabil dari pungutan ekspor.
Dengan kondisi cuaca yang tak menentu, keterbatasan lahan, serta perlambatan regenerasi tanaman sawit, tantangan terhadap peningkatan produksi semakin kompleks. Gapki berharap pemerintah bersama pelaku industri segera duduk bersama menyusun strategi yang fokus pada peremajaan sawit rakyat (PSR), efisiensi produksi, dan perbaikan tata kelola.







Komentar Via Facebook :