Berita / Nusantara /
Produksi CPO Indonesia Merosot Empat Tahun Berturut-turut
 
                Ilustrasi-petani kelapa sawit. (Syahrul/Elaeis)
Jakarta, elaeis.co - Produksi minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Di tahun 2022 lalu, produksinya juga tercatat lebih rendah dibandingkan 2021.
Dari catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), tahun 2022, total produksi CPO Indonesia sebanyak 46,729 juta ton. Jumlah menurun sebanyak 159 ribu ton, dibandingkan produksi tahun 2021 yang mencapai 46,888 juta ton.
"Ini merupakan tahun keempat berturut-turut dimana produksi cenderung terus turun atau stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia," kata Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono dalam siaran persnya yang diterima elaeis.co, Kamis (26/1).
Dari catatan GAPKI, ada beberapa hal yang terjadi di tahun 2022. Yang mana, sebagian kondisinya menyebabkan produksi CPO tanah air merosot.
Antara lain cuaca yang ekstrim basah, lonjakan kasus Covid-19 di bulan februari, dimulainya perang Ukraina-Rusia di bulan februari, harga minyak nabati termasuk minyak sawit yang sangat tinggi, harga minyak bumi yang sangat tinggi.
Kemudian kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit oleh pemerintah 28 April – 23 Mei, harga pupuk yang tinggi dan sangat rendahnya pencapaian program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
"Kejadian tidak biasa tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja industri sawit Indonesia baik dalam produksi, konsumsi, maupun ekspor," ujarnya.
Secara teknis, cuaca ekstrim basah mengganggu aktivitas serangga penyerbuk dan kegiatan panen. Kemudian pupuk yang mahal dan sulit diperoleh mengganggu kegiatan pemeliharaan tanaman.
Sementara pelarangan ekspor menyebabkan buah tidak dipanen tidak hanya pada periode pelarangan tetapi juga beberapa bulan sesudahnya ketika stok masih sangat tinggi.
"Program PSR yang tidak mencapai target dan pertambahan luas areal yang secara total hanya 600 ribu hektar dalam 5 tahun terakhir akibat moratorium perizinan berusaha untuk kelapa sawit, menyebabkan hilangnya harapan kenaikan produksi dari tanaman-tanaman baru," jelasnya.
"Harga yang sangat tinggi juga menyebabkan penundaan replanting oleh banyak pekebun sehingga porsi tanaman tua yang produktivitasnya lebih rendah menjadi lebih banyak," ujar Mukti.







Komentar Via Facebook :