Berita / Lingkungan /
Prektisi Ini Pesimis Target 12,7 Juta Hektare Perhutanan Sosial Bisa Tercapai
Praktisi Sosio Legal dan Resolusi Konflik di AZ Law Office & Conflict Resolution Center, Ahmad Zazali, SH. MH.
Jakarta, elaeis.co - Dalam rangka mengatur pemanfaatan hutan, pemerintah menetapkan status dan fungsi hutan yaitu status hutan negara dan hutan hak, dengan fungsi konservasi, lindung dan produksi serta areal non hutan.
Berbagai peraturan perundangan untuk menertibkan pemanfaatan hutan itu diberikan kewenangannya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Praktisi Sosio Legal dan Resolusi Konflik di AZ Law Office & Conflict Resolution Center, Ahmad Zazali, SH. MH mengatakan, pemerataan keadilan dalam pemanfaatan hutan mulai menjadi perhatian pemerintah. Karena selama Kemerdekaan Indonesia, perizinan pemanfaatan hutan lebih banyak diberikan kepada investasi skala besar.
Mulai tahun 2015, Pemerintahan baru di bawah Presiden Joko Widodo berkomitmen memberikan akses pemanfataan hutan melalui skema perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar, dan melalui skema reforma agraria barasal dari kawasan hutan mencapai 4 juta hektare.
"Kendati demikian, mandat mulia yang diberikan kepada KLHK ini bila dilihat dari capaian pertahun 2022 masih jauh dari target," kata Zazali dalam keterangan tertulisnya yang diterima elaeis.co, Minggu (26/2).
Menurut data yang dipublikasi KLHK sendiri, lanjutnya, pencapaian perhutanan sosial baru mencapai 31,5% atau menjadi 40,1% jika memasukan peta indikatif hutan adat seluas 1,09 juta hektar. Angka pencapaian tersebut yang meliputi hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, hutan kemitraan dan hutan adat.
"Jika menghitung periode pemerintahan presiden Joko Widodo yang tersisa 1 tahun lagi, maka dapat dipastikan pencapaian 12,7 juta hektar ini akan gagal dicapai oleh KLHK," tambahnya.
Kegagalan itu, kata Zazali, bukanlah tanpa sebab. Menurutnya terjadi tarik menarik kepentingan dalam hal pemanfaatan kawasan hutan itu. Kawasan hutan yang semula untuk perhutanan sosial, kini telah berubah peruntukannya, baik secara legal maupun ilegal.
"Peruntukan secara ilegal banyak ditemukan ketika UUCKP pasal 110A dan 110B memberikan ruang pengampunan pada kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan," ujarnya.
"Ketentuan teknis kedua pasal tersebut diturunkan dalam bentuk PP No. 24 tahun 2021. Pelaksanaan PP oleh KLHK mencatat sekitar 3,3 juta hektare pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin yang harus diselesaikan dengan penerapan sanksi denda. Riau dan Kalimantan Tengah menduduki posisi teratas temuan pemanfaatan hutan tanpa izin, yaitu masing-masing 1,4 juta hektare dan 800 ribuan hektare," tandasnya.







Komentar Via Facebook :