Berita / Nusantara /
Potongan Wajib di PKS Bikin Petani Geregetan
Truk milik penyuplai membawa TBS sawit ke pabrik. Foto: Ist.
Jakarta, elaeis.co - Para petani sawit swadaya yang ada di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) gelisah dengan potongan wajib, di kalangan petani dikenal dengan istilah pot, yang ditetapkan pabrik kelapa sawit (PKS) dalam proses transaksi jual beli tandan buah segar (TBS).
Salah satu PKS di Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, pada Rabu (16/2/2022) memberlakukan pot sebesar 2,5 persen jika TBS yang disuplai adalah varietas tenera. Tapi angka itu berubah jika ternyata TBS yang disuplai bercampur dengan varietas dura.
"30 persen saja yang dura, pot akan dinaikan menjadi minimal 5 persen dari total tonase TBS," kata Taufik Arifin Java, anggota DPW Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Sumsel.
Di kabupaten lain, ada PKS yang tega menetapkan pot sampai 6,5 persen. "Saya sedih kalau pot mencapai 6,5 persen, akan banyak petani sawit kelas gurem yang rugi," kata Ajir T Girsang, petani sawit dari Kabupaten Banyuasin.
Kegelisahan yang sama juga dirasakan petani sawit swadaya anggota DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Sulawesi Selatan (sulsel).
Juma, salah satu petani sawit swadaya di Kabupaten Luwu Utara, mempertanyakan apa dasar aturan pot yang diberlakukan pihak PKS. Dewa Artha, petani lainnya, juga tak melihat ada dasar hukum penerapan pot itu di dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1/2018 Tanggal 02 Januari 2018 Tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
"Yang lucu, pihak PKS terkadang menerapkan pot, terkadang tidak. Tidak jelas apa maunya," kata Adam Adrian, petani lainnya.
Dia sendiri menilai kebijakan pot tidak layak diterapkan di PKS dengan alasan apa. "Karena harga pembelian TBS produksi petani sawit di Sulsel juga dipatok di harga biasa-biasa saja, tidak seperti patokan harga TBS di pulau Sumatera," katanya.
Anwar Absa MH, Bagian Advokasi DPW APKASINDO Sulsel, berharap persoalan pot didiskusikan secara matang dan komprehensif karena memang tidak diatur dalam Permentan Nomor 1/2018.
Diakuinya, pihak perusahaan adalah subjek hukum yang berhak mengatur rumah tangga atau internalnya. Itu sebabnya jika merasa tidak cocok dengan kebijakan pot atau tidak setuju dengan besaran yang ditentukan satu PKS, dia menyarankan petani sawit menjual TBS ke PKS lain.
"Saat ini posisi petani kelapa sawit juga bukan lagi jadi objek semata, melainkan sudah jadi subjek. Mereka merdeka untuk memilih menjual TBS ke PKS manapun," katanya.
"Sekarang sudah banyak pilihan untuk menjual TBS. Kalau pihak PKS macam-macam, kita para petani bisa melakukan boikot dengan cara tidak menjual TBS ke PKS tersebut," tegasnya.







Komentar Via Facebook :