Berita / Nusantara /
Populasi Orang Utan pun Dimanipulasi untuk Serang Sawit
Musdalifah Mahmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Foto: tangkapan layar
Jakarta, Elaeis.co - Setiap tahun sawit menyumbangkan devisa sekitar Rp 400 triliun bagi Indonesia. Dan berdasarkan hasil riset, 26 dari 34 provinsi di Indonesia yang ditanami sawit ekonominya kuat dan kesejahteraan masyarakatnya naik dua kali lipat dibanding daerah yang tidak punya perkebunan sawit.
Tapi fakta ini justru membuat pihak yang membenci perkebunan kelapa sawit, terutama kalangan NGO yang berasal dari Indonesia, makin sewot. Mereka bahkan tak sungkan menyebarkan informasi bohong untuk menyerang sawit.
“Ada NGO yang memanipulasi jumlah orang utan di hutan Indonesia,” kata Musdalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, saat berpidato tanpa teks dalam peringatan Hari Sawit Nasional dalam Rangka Hari Perkebunan di Jakarta, Jumat (10/12/2021) siang.
Orang utan (Pongo pygmaeus), merupakan kera besar yang hanya terdapat di hutan Sumatera dan Kalimantan. Satwa yang dilindungi ini jadi bahan kampanye negatif oleh sejumlah NGO saat menekan sebuah perusahaan asal Swedia yang menjual beragam kebutuhan atau perabotan kebutuhan rumah tangga, termasuk lilin yang berbahan minyak sawit.
“NGO-NGO itu mendesak perusahaan tadi tidak lagi menjual lilin berbahan sawit karena dianggap haram. Produksinya menggunakan minyak sawit dari perkebunan sawit di Indonesia dan telah membunuh 130.000 orang utan,” Musdalifah berkisah.
“Bohong gak itu? Ya jelas ini sebuah kebohongan. Jelas bohong banget. Karena populasi orang utan di Indonesia 55.000 ekor dan masih hidup sampai sekarang. Dari mana angka 130.000 itu?” imbuhnya dengan suara tinggi.
Orang utan yang 55.000 ekor itu, katanya, berada di 27 juta hektar hutan, baik hutan lindung, hutan konservasi, dan lainnya. “Tidak ada negara di dunia selain Indonesia yang menyediakan hutan seluas 27 juta hektar untuk hewan-hewan yang dilindungi, termasuk orang utan,” tandasnya.
“Yang 27 juta hektar itu tak boleh diganggu. Sementara 270 juta jiwa penduduk Indonesia saja sampai saat ini hanya mendiami 60 juta hektar lahan berstatus area penggunaan lain (APL),” tambahnya.
Ia yakin tidak akan ada pihak dari kelompok anti sawit yang mau membicarakan data dan fakta tersebut. Musdalifah tidak mengerti mengapa mereka begitu anti terhadap sawit.
“Mereka-mereka itu memang sangat ingin mengecilkan arti sawit di pasar global. Ini yang harus diketahui oleh generasi milenial. Kita diserang melalui berbagai cara,” ucapnya.
Selain soal orang utan, Musdalifah mengungkapkan pengalaman pahit saat menghadiri sebuah seminar di Kota Brussel, Belgia. Saat itu ia mendengar langsung fitnah yang muncul di seminar itu yang menyebutkan 700 juta hektar hutan di dunia yang mengalami deforestasi disebabkan oleh perkebunan sawit.
Jumlah itu aneh bin ajaib. Sebab, ungkap Musdalifah, jumlah perkebunan sawit di seluruh dunia berkisar 35 juta hektar. “Angka 700 juta hektar itu dari mana, saya pun enggak tahu," kata dia.
Oleh karena itu ia mengajak semua pihak, temasuk generasi milenial, untuk menjaga sawit. Karena keberlanjutan adalah keutamaan kelapa sawit.
“Kita tidak bicara keuntungan terus-menerus dari sawit, melainkan menjaga keberlanjutannya. Generasi milenial harus tahu peran penting dan kontribusi sawit buat perekonomian kita, devisa tertinggi dari sawit,” kata dia.
"Kita harus galak kepada pihak anti sawit karena kita sedang memperjuangkan sesuatu yang penting bagi negara kita, namun dinilai negatif oleh pihak tertentu," tegasnya lagi.







Komentar Via Facebook :