https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Pidato Prabowo Singgung Kasus DL Sitorus, WALHI Minta Lahan Sawit yang Dieksekusi Direhabilitasi

Pidato Prabowo Singgung Kasus DL Sitorus, WALHI Minta Lahan Sawit yang Dieksekusi Direhabilitasi


Jakarta, elaeis.co – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal eksekusi lahan sawit ilegal langsung menuai sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Dalam pidato kenegaraannya pada 15 Agustus 2025, Prabowo menyinggung ada kasus perkebunan sawit ilegal yang sudah inkrah sejak 18 tahun lalu, tetapi baru bisa dieksekusi tahun ini.

Menurut WALHI, yang dimaksud Presiden adalah kasus pengusaha sawit Darianus Lungguk (DL) Sitorus. “Kalau yang 18 tahun lalu itu pasti soal kasus DL Sitorus, karena memang tidak dieksekusi,” kata Manajer Hukum dan Pembelaan WALHI, Teo Reffelsen, dalam keterangan persnya yang diterima Senin (18/8).

Mahkamah Agung sebenarnya sudah menjatuhkan putusan kasasi atas kasus tersebut sejak 2006, sebagaimana tertuang dalam putusan Nomor 2462/K/Pid/2006 tertanggal 12 Februari 2007. Putusan itu memerintahkan perampasan sekitar 47 ribu hektare kebun sawit di kawasan hutan produksi Padang Lawas, Sumatera Utara, untuk dikembalikan kepada negara.

Ahli di persidangan kala itu memperkirakan kerugian negara akibat perambahan hutan yang dilakukan perusahaan milik DL Sitorus mencapai Rp1,5 triliun. Namun, eksekusi fisik baru dilakukan 25 April 2025 oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dipimpin Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah.

Jaksa eksekutor kala itu menguasai lahan yang sebelumnya dikelola KPKS Bukit Harapan, PT Torganda, Koperasi Parsub, dan PT Torus Ganda, semuanya terkait dengan DL Sitorus.

Meski eksekusi akhirnya berjalan, WALHI mengkritik langkah pemerintah karena lahan tersebut kemudian dialihkan pengelolaannya ke PT Agrinas Palma Nusantara, sebuah perusahaan pelat merah di sektor sawit. Menurut WALHI, hal itu bertentangan dengan putusan pengadilan yang menghendaki agar lahan dikembalikan kepada Kementerian Kehutanan untuk dipulihkan sebagai kawasan hutan produksi.

“Kalau dialihkan ke PT Agrinas, artinya ada pembiaran kerugian negara Rp1,5 triliun itu tidak dipulihkan,” ujar Teo.

Ia menegaskan, seharusnya pemerintah menggunakan momentum eksekusi ini untuk menggugat DL Sitorus dan perusahaan terkait demi menagih ganti rugi lingkungan. Dana tersebut, kata dia, bisa dipakai merehabilitasi hutan Padang Lawas yang rusak akibat perambahan.

Bagi WALHI, keberhasilan mengeksekusi putusan lama bukan berarti persoalan agraria selesai. “Seharusnya lahan-lahan tersebut dipulihkan dan direhabilitasi sebagaimana fungsi pertamanya, bukan dikomersialisasi kembali,” tandasnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :