Berita / Nasional /
Petani Wajib Waspada, Sentra Sawit Masuk Puncak Musim Basah Awal 2026
BMKG menyebut sentra sawit nasional masuk puncak musim hujan.
Jakarta, elaeis.co – Awal 2026 diprediksi bukan musim biasa bagi perkebunan kelapa sawit. Hujan bakal datang lebih sering, lebih lama, dan di beberapa wilayah, lebih ganas.
Data resmi dari Buletin Informasi Iklim Perkebunan Komoditas Sawit Desember 2025 yang dirilis BMKG, Minggu (21/12), menegaskan satu hal penting: petani sawit wajib siaga penuh.
BMKG memprediksi periode Januari hingga Maret 2026 akan didominasi curah hujan kategori menengah hingga tinggi, dengan sifat hujan Normal hingga Atas Normal di sebagian besar wilayah Indonesia. Artinya, langit akan lebih sering gelap, tanah lebih lama basah, dan risiko di kebun ikut meningkat.
Secara nasional, pada Januari 2026, hanya 0,39% wilayah Indonesia yang diprediksi mengalami curah hujan rendah (0–100 mm/bulan). Sisanya, 69,02% wilayah berada di kategori menengah (100–300 mm/bulan), dan 30,59% wilayah masuk kategori tinggi hingga sangat tinggi (>300 mm/bulan). Ini bukan angka kecil—ini pertanda musim basah sedang naik ke puncaknya.
Memasuki Februari 2026, hujan justru makin merata. BMKG mencatat 85,64% wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan menengah, 12,53% tinggi hingga sangat tinggi, dan hanya 1,83% wilayah yang relatif kering. Sementara pada Maret 2026, pola hujan tetap dominan: 77,57% menengah, 22,15% tinggi hingga sangat tinggi, dan cuma 0,28% wilayah yang berada di kategori rendah.
Lalu bagaimana dengan wilayah sentra sawit?
BMKG secara khusus menyoroti daerah-daerah kunci seperti Aceh, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Di wilayah ini, curah hujan diprediksi bervariasi dari rendah hingga sangat tinggi. Kombinasi yang bikin kebun sawit seperti berjalan di atas tali tipis.
Analisis menunjukkan curah hujan rendah masih berpotensi terjadi di sebagian besar Riau, sebagian Jambi, dan sebagian kecil Kalimantan Selatan. Kondisi ini diprediksi muncul terutama pada Februari hingga Maret 2026, dengan curah hujan di bawah 100 mm/bulan—angka yang bisa membuat pertumbuhan kelapa sawit tidak optimal.
Dari sisi sifat hujan, BMKG mencatat wilayah sentra sawit akan mengalami kondisi Bawah Normal hingga Atas Normal. Sifat hujan Bawah Normal (BN) diprediksi terjadi di sebagian kecil Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Sementara wilayah lainnya berada pada kondisi Normal hingga Atas Normal.
Secara nasional pada Maret 2026, sebanyak 7,31% wilayah Indonesia diprediksi mengalami hujan bersifat Bawah Normal, 85,71% Normal, dan 6,98% Atas Normal. Angka ini menegaskan bahwa hujan tetap dominan, tapi dengan karakter yang tidak seragam antarwilayah.
Bagi petani sawit, data ini bukan sekadar angka di atas kertas. Curah hujan tinggi berpotensi memicu penyakit busuk pangkal batang, jamur, hingga gangguan panen dan angkut TBS. Sementara hujan rendah di fase kritis bisa membuat produktivitas sawit tersendat, bunga gugur, dan hasil tak maksimal.
Awal 2026, kebun sawit seperti sedang diuji. Tanah terlalu basah bisa jadi jebakan, terlalu kering bisa jadi masalah. Di tengah cuaca yang kian sulit ditebak, satu pesan menguat, petani sawit tak boleh lengah.







Komentar Via Facebook :