https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Petani Tuntut Harga Khusus untuk TBS Sawit dari Kebun Bersertifikat ISPO

Petani Tuntut Harga Khusus untuk TBS Sawit dari Kebun Bersertifikat ISPO

7 prinsip ISPO. Foto: ist.


Bengkulu, elaeis.co -  Pemerintah diminta menetapkan harga khusus untuk tandan buah segar (TBS) kelapa sawit produksi petani yang telah mengantongi sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Bengkulu, John Simamora, mengatakan, banyak petani mengeluh karena pemerintah hingga saat ini belum memberikan insentif khusus kepada para petani kelapa sawit yang telah berjuang mendapatkan ISPO.

Menurutnya, insentif bisa berupa penentuan harga TBS yang berbeda dengan petani yang belum bersertifikat ISPO. Jika harga TBS tetap sama untuk semua petani, maka akan membuat petani tidak tertarik untuk ikut dalam program ISPO.

"Petani yang sudah memegang sertifikat ISPO harus lebih dihargai. Harga TBS mereka harus lebih tinggi dari pada yang belum memiliki sertifikat. Kalau tidak, apa bedanya?" ujar John, Kamis (19/10).

Dia yakin jika pemerintah tidak memberikan insentif yang layak bagi petani, maka kewajiban atau mandatory ISPO bagi seluruh petani pada tahun 2025 tidak akan terwujud.

"Tunda saja tenggatnya. Memaksa petani untuk mengikuti ISPO tanpa memberikan insentif yang memadai adalah langkah yang tidak realistis," tandasnya.

"Percuma saja mengharuskan petani untuk memiliki sertifikat ISPO jika tidak ada insentifnya. Harga TBS masih tetap rendah, harga pupuk naik hingga 300 persen, dan banyak lahan petani terjebak dalam kawasan hutan. Memaksa petani untuk mengikuti ISPO dalam situasi seperti ini tidak adil," sambungnya.
 
Dia mengungkapkan bahwa realisasi ISPO petani masih sangat rendah. "Sampai sekarang baru sekitar 10 persen petani yang sudah memiliki sertifikat ISPO," sebutnya.

Dia menjelaskan bahwa salah satu syarat untuk ikut sertifikasi ISPO adalah memiliki sertifikat lahan. Saat ini banyak petani yang belum memiliki sertifikat lahan yang mereka kelola karena berbagai kendala, salah satunya berada dalam kawasan hutan.

"Sekitar 25 persen dari lahan kelapa sawit petani dinyatakan KLHK masuk dalam kawasan hutan. Bagaimana mereka mau ISPO?" ucapnya.

Dia juga menilai pendampingan dan edukasi terkait ISPO masih sangat minim. "Sosialisasi perlu ditingkatkan. Kalau melihat kondisi seperti ini, kami pesimis mandatory ISPO bagi petani pada tahun 2025 dapat terealisasi," tambahnya.

Kendala lainnya terkait pelaksanaan ISPO adalah biaya yang tidak murah. Menurutnya, petani sangat sulit mendapatkan pendanaan sertifikasi ISPO. Dana sertifikasi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga sulit diakses petani.

"Pemerintah harus melakukan evaluasi agar ISPO memberikan manfaat yang lebih besar bagi petani kelapa sawit di Indonesia," pungkasnya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :